Jaga Kemuliaan Hakim Agung, KY Harus Perketat Standar
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Suparman Marzuki saat menjadi pembicara pada FGD Problematika Seleksi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, Sabtu (1/9) di Ruang Sidang Lantai 3, FH UII, Yogyakarta.

Yogyakarta (Komisi Yudisial) - Untuk menghasilkan hakim agung ideal bukanlah perkara mudah. Seorang hakim agung dituntut memenuhi empat persyaratan, di antaranya integritas dan kompetensi. Oleh karena itu, Komisi Yudisial (KY) harus memperketat standar persyaratan untuk menjaga derajat kemuliaan profesi hakim agung.
 
"Ada empat rumusan persyaratan hakim Agung, yaitu memiliki integritas, idependensi, imparsial dna kompeten. Menyeleksi calon yang bermutu akan menghasilkan output yang baik. Maka perlu dibuat prosedur atau sistem rekrutmen yang diatur dalam UU," jelas akademisi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Suparman Marzuki, Sabtu (1/9) di Ruang Sidang FH UII, Yogyakarta.
 
Di hadapan peserta FGD Problematika Seleksi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, Ketua KY Periode 2010-2015 Paruh Waktu Kedua ini menambahkan ada problematika dalam seleksi hakim agung baik dari jalur karier dan nonkarier. 
 
Dari jalur karier, Mahkamah Agung (MA) tidak melakukan seleksi materiil tentang integritas, independensi, imparsialitas dan kompetensi secara transparan dan akuntabel. MA hanya mengajukan atau menyetujui nama-nama yang memenuhi syarat administrasi.
 
"Karena dilakukan secara tertutup, tidak bisa dihindari terjadinya seleksi dengan indikator yang tidak transparan dan akuntabel," tambahnya.
 
Dari jalur nonkarier, Suparman melihat problematika jalur nonkarier memungkinkan para job seeker terus menerus mengikuti seleksi. Karena sifatnya yang sangat terbuka sehingga siapa saja bisa mendaftar.
 
"Mekanisme pengajuan calon terbuka sehingga tidak tersedia mekanisme penyaringan. Sebagian besar calon mengajukan diirinya," urainya.
 
Padahal, derajat kemuliaan profesi sebagai hakim agung merupakan titik tertinggi. Oleh karena itu, KY harus memperketat persyaratan.
 
"Sebagai solusi, perketat syarat sesuai derajat kemuliaan. Kompetensi, integritas, jenjang pendidikan, pengalaman dan batas usia yang menjadi fokus persyaratan," saran mantan Direktur PUSHAM UII ini.
 
Dalam kesempatan yang sama, Hakim Agung Salman Luthan melihat bila rekrutmen hakim bermasalah, maka itu cerminan permasalahan saat ini. Karena sebelum reformasi terjadi proses rekrutmen dipenuhi KKN. Sehingga hal itu menjadi jawaban kesulitan KY saat mencari sosok hakim agung ideal saat ini.
 
Ia juga setuju dalam proses seleksi, harus memfokuskan pada aspek integritas, di samping aspek kompetensi.
 
"Hakim agung yang ideal itu harus memenuhi integritas dan kompetensi. Bobotnya harus lebih tinggi terkait integritas," pungkasnya. 
 
Ia melihat beberapa permasalahan dalam seleksi hakim agung. Pertama, proses seleksi sebaiknya tidak dengan menggunakan cara mendaftar, melainkan mengundang calon potensial.
 
"Padahal seharusnya menggunakan pola mengundang calon yang memenuhi kompetensi dan berintegritas," saran Salman.
 
Kedua, jumlah penegak hukum yg kompetensi dan integritas terbatas. Ketiga, hubungan antara  KY dengan MA yang terkadang kurang harmonis juga menjadi kendala.(KY/Festy/Jaya)

Berita Terkait