Pemantauan Persidangan oleh Pendamping Menjangkau Pemenuhan Hak PBH
Sri Nurherwati saat memberikan materi terkait Optimalisasi Peranan Pengawasan oleh Masyarakat terhadap Perkara PBH dalam ToT Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH) dan Peranan Perempuan Dalam Pengawasan Perkara Pemilu dan Pilkada Tahun 2024, Rabu (24/4/2024) di Surabaya, Jawa Timur.

Surabaya (Komisi Yudisial) - Calon Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) 2024-2029 terpilih Sri Nurherwati mengapresiasi perbaikan-perbaikan terstruktur dalam perkara perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) dalam peradilan di Indonesia untuk menghapuskan diskriminasi. 

"Perkara PBH kita sudah banyak perkembangan dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Dalam perkembangannya, KY pun sudah mulai membangun mekanisme pemantauan mandiri dari masyarakat," ujar Sri Nurherwati saat memberikan materi terkait Optimalisasi Peranan Pengawasan oleh Masyarakat terhadap Perkara PBH dalam ToT Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH) dan Peranan Perempuan Dalam Pengawasan Perkara Pemilu dan Pilkada Tahun 2024, Rabu (24/4/2024) di Surabaya, Jawa Timur.

Sri Nurherwati  memberi sorotan akan pentingnya peran pendamping dalam perkara PBH. Menurutnya, kebutuhan utama perbaikan PBH adalah bagaimana pendamping dapat memastikan PBH aman dan nyaman dalam memberikan keterangan.

"Peran pendamping menjadi poin penting pengawasan hakim. Pemantauan yang dilakukan pendamping juga harus menjangkau pemenuhan PBH. Laporan pemantauan yang nantinya teman-teman lakukan ini menjadi kebutuhan lembaga, tidak hanya masyarakat. Pada ToT ini menjadi kesempatan yang tepat agar kita punya pemahaman dan instrumen yang sama agar hasil pengawasan bisa memberikan rekomendasi perubahan," ungkap Sri Nurherwati.

Sri Nurherwati juga memberi gambaran beberapa kendala dalam perkara PBH sehingga memerlukan upaya penanganan lebih dalam. Pertama, permasalahan utama kasus pelaporan di kepolisian yang belum menetapkan UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Kedua, peradilan harus mulai memberikan informasi detail terkait sidang PBH, baik proses hingga putusan sidang agar masyarakat tahu hak PBH sudah terpenuhi atau tidak.

"Peran KY sendiri ada di tahapan akhir, yaitu mengawasi persidangan. Ini jadi warning bahwa ternyata kerja sama yang dibangun harus dibangun di beberapa sektor," pungkas Sri Nurherwati. (KY/Halima/Festy)


Berita Terkait