Mahasiswa UTB Kenali Tugas KY
Komisi Yudisial (KY) menerima audiensi dari Universitas Tulang Bawang (UTB) Lampung, Kamis (18/01) di Auditorium KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial)Komisi Yudisial (KY) menerima audiensi dari Universitas Tulang Bawang (UTB) Lampung, Kamis (18/01) di Auditorium KY, Jakarta. Sebanyak 65 orang mahasiswa yang berkunjung dalam rangka kuliah kerja lapangan hukum ini ingin mengetahui tugas dan wewenang KY lebih luas. Audiensi ini disambut hangat oleh Tenaga Ahli KY Totok Wintarto didampingi Pranata Humas Ahli Muda Festy Rahma Hidayati. Totok memaparkan latar belakang pembentukan, tugas dan wewenang KY, serta pembahasan isu-isu dunia peradilan.

 

“Sebenarnya terkait pengawasan hakim, pada tahun 1968 Mahkamah Agung (MA) mengusulkan adanya pembentukan Majelis Pertimbangan penelitian Hakim (MPPH), tetapi tidak jadi. Kemudian Dewan Kehormatan Hakim (DKH) menjadi materi UU Nomor 35 Tahun 1999,” jelas Totok.

 

Ia melanjutkan, melalui Amendemen Ketiga UUD NRI Tahun 1945 pada tahun 2001 disepakati tentang pembentukan KY yang diatur secara khusus dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. Semangat pembentukan KY disandarkan pada keprihatinan mengenai kondisi wajah peradilan yang muram dan keadilan di Indonesia yang tak kunjung tegak.

 

Lanjut Totok, Pasal 24B UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa KY merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 

 

"Pengawasan internal dilakukan MA mengenai tingkah laku hakim, sementara pengawasan eksternal dilakukan oleh KY mengenai perilaku hakim," lanjut Totok.

 

Totok juga menyampaikan hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) akan dikenakan sanksi. Ada tiga sanksi mulai dari sanksi ringan, sedang, dan berat. 

 

“Untuk sanksi ringan berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas. Sanksi sedang, yaitu penundaan kenaikan gaji, penurunan gaji, dan penundaan pangkat. Dan yang ketiga sanksi berat, yaitu pembebasan dari jabatan struktural, hakim nonpalu, pemberhentian sementara, dan pemberhentian tetap dengan pensiun atau pemberhentian tetap dengan tidak hormat,” pungkas Totok. (KY/Giftasari/Festy)


Berita Terkait