Penghubung KY Jatim Ajak Generasi Millenial Pahami Peradilan Bersih
Penghubung Komisi Yudisial (KY) wilayah Jawa Timur bekerjasama dengan Komunitas Kawan Hukum Indonesia mengajak generasi millenial untuk memahami pentingnya peradilan bersih dalam kegiatan “Temu Sobat KY, Generasi Y dan Z Wajib ‘Ngerti’ Peradilan Bersih” di D’Map Angkringan Surabaya, Minggu (1/9).

Surabaya (Komisi Yudisial) - Penghubung Komisi Yudisial (KY) wilayah Jawa Timur bekerjasama dengan Komunitas Kawan Hukum Indonesia mengajak generasi millenial untuk memahami pentingnya peradilan bersih dalam kegiatan “Temu Sobat KY, Generasi Y dan Z Wajib ‘Ngerti’ Peradilan Bersih” di D’Map Angkringan Surabaya, Minggu (1/9).
 
Hadir pada kesempatan tersebut beragam kalangan masyarakat mulai dari dosen, aktivis, advokat hingga mahasiswa PTN dan PTS semua prodi se-Surabaya.
 
Koordinator Penghubung KY Jatim Dizar Al Farizi memaparkan urgensi peradilan bersih di era digital. Wajah peradilan kita yang memiliki problem yang kompleks, untuk itu generasi millenial juga harus dituntut mempunyai kepedulian untuk berkontribusi mengawal peradilan. 
 
“Setiap lini kehidupan akan terdampak dengan perkembangan digital, termasuk profesi hukum. Ke depan, semua profesi hukum niscaya akan menggunakan teknologi artificial intellegence (AI) dalam membantu pekerjaannya,” papar Dizar.
 
Lebih lanjut, menurut Dizar, generasi muda harus mempunyai kreatifitas dan inovasi dengan tetap berpedoman pada norma dan etika. Apabila hanya pintar dalam menghafal pasal-pasal saja maka robot jauh lebih pintar. 
 
“Perbedaan paling mendasar yang tidak akan dimiliki robot AI yakni mereka tidak mempunyai hati. Sehingga kehidupan tetap akan perlu sentuhan hati manusia,” ujarnya.
 
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Haidar Adam menyampaikan peran penting perguruan tinggi dalam mewujudkan peradilan bersih. Unsur negara demokratis yang penting salah satunya adalah pemisahan kekuasaan. 
 
“Kontrol atau pengawasan diperlukan karena pada hakikatnya manusia itu punya kecenderungan jahat. Terlebih manusia yang mempunyai kekuasaan, karena kekuasaan itu cenderung korup seperti pendapat Lord Acton,” tegas Haidar.
 
Menurut Haidar, peran perguruan tinggi khususnya mahasiswa adalah mendiskusikan problem sosial dan hukum kemudian dirumuskan solusinya dalam kelas. Kedua, melakukan riset dan rumusan solusi tadi disampaikan kepada pengambil kebijakan.
 
“Yang ketiga, melakukan pengabdian masyarakat agar memahami secara detil persoalan hukum yang riil di masyarakat,” jelas Haidar.
 
Sementara itu, pendiri Kawan Hukum Indonesia M. Bahrul Ulum menjelaskan, bahwa bidang yudikatif tidak pernah diminati oleh pemerintah sejak awal. Maka satu-satunya cara untuk memperbaiki wajah hukum Indonesia adalah reformasi pendidikan hukum. 
 
“Revolusi industri keempat menghasilkan bagaimana segala aspek kehidupan dituntut untuk dapat selaras dengan perubahan. Dalam perkembangan terkini, peran media yang imparsial dan obyektif juga menjadi faktor penting dalam mengawal peradilan bersih,” pungkas Bahrul. (KY/Dizar/Jaya)
 

Berita Terkait