KY Gelar Simposium Pencegahan Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim
Komisi Yudisial (KY) selenggarakan “Simposium Pencegahan Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim” di Hotel Aston, Denpasar, Bali, Rabu (4/12).

Denpasar (Komisi Yudisial) - Dalam rangka mengedukasi masyarakat untuk mencegah melakukan perbuatan-perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Komisi Yudisial (KY) selenggarakan “Simposium Pencegahan Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim” di Hotel Aston, Denpasar, Bali, Rabu (4/12).
 
Peserta Simposium ini merupakan perwakilan dari unsur masyarakat, diantaranya mahasiswa/organisasi mahasiswa, akademisi, NGO, Ormas, media, advokat dan unsur Pemerintah Daerah.
 
Kegiatan yang merupakan kerjasama Komisi Yudisial dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana ini menghadirkan narasumber Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum dan Litbang KY Sumartoyo, Hakim ad hoc Tipikor Pengadilan Negeri Denpasar Sumali, Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof. I Made Arya Utama, dan dari media I Putu Wirata Dwikora.
 
Sebelum diskusi, Kepala Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim KY Arie Sudihar menjelaskan, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang perbuatan yang merendahkan  kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
 
“Kegiatan ini untuk mempersatukan pemikiran dan visi bahwa hakim dan pengadilan harus dihormati, sehingga dapat mencegah terjadinya perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim,” jelas Arie.
 
Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum dan Litbang KY Sumartoyo dalam paparannya menjelaskan, selain mengawasi para hakim, KY juga melakukan advokasi terhadap hakim. Untuk menjalankan tugas tersebut, KY menjalankan program-program baik itu yang sifatnya represif, preventif maupun preemptif.
 
Sumartoyo menjelaskan, program ini dilakukan dalam rangka membangun budaya hukum masyarakat yang menghormati hakim dan pengadilan tanpa mengurangi hak-hak para pencari keadilan.
 
“Salah satu program unggulan yang dimiliki oleh Komisi Yudisial adalah Judicial Education dan Klinik Etik. Selain itu, banyak sekali kasus-kasus perbuatan merendahkan kehormatan hakim yang sudah ditangani oleh Komisi Yudisial, namun memang kurang terpublikasi,” jelas Sumartoyo.
 
Hakim ad hoc Tipikor Pengadilan Negeri Denpasar Sumali berpendapat, Komisi Yudisial sangat mengharapkan kita semua dapat merapatkan barisan, saling bergandeng tangan untuk  bersama-sama mewujudkan access to justice tanpa mencederai kewibawaan hakim dan pengadilan.
 
“Sehingga cita-cita bangsa memiliki peradilan yang agung, berwibawa dan terhormat semakin mendekati kenyataan,” ujar Sumali.
 
Menurut Sumali, peristiwa contempt of court yang terjadi, merupakan sebuah akibat. Akibat dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap hakim serta kondisi pengadilan. Pengadilan itu kuncinya adalah hakim.
 
Untuk mengurangi perbuatan-perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim dapat dilihat dari banyak sisi.
Salah satunya adalah pemenuhan hak-hak hakim. Selain peningkatan kapasitas substansial, hakim pun harus ditingkatkan kapasitas spiritualnya tanpa mengesampingkan kesejahteraan para hakim itu sendiri.
 
“Perlu dideklarasikan profil hakim baik sebagai role model bagi hakim-hakim yang lain dan sebagai otokritik terhadap diri para hakim,” imbuh Sumali.
 
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof. I Made Arya Utama mengutip teori Lawrence M. Friedman bahwa ada tiga elemen utama dalam hukum. Yaitu Struktur Hukum (Legal Structure), Aturan Hukum (Legal Substance) dan Budaya Hukum (Legal Culture).
 
“Ketiga elemen tersebut yang harus diperbaiki untuk mencegah terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim,” jelasnya.
 
Dalam kaitannya dengan profesi hakim, pada dasarnya hakim telah memiliki aturan main berperilaku yakni sebagaimana yang dituangkan dalam Peraturan Bersama KY-MA tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
 
Menurut Prof. I Made, hakim sebagai pelaksana utama dari proses peradilan dituntut untuk berintegritas tinggi, jujur dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan pencari keadilan.
 
“Melalui sikap tunduk atau perilaku yang berbudi pekerti luhur itulah maka  kehormatan dan keluhuran martabat hakim dapat dijaga dan ditegakkan,” ujar Prof. I Made.
 
Prof. I Made menambahkan, pembangunan sistem informasi yang mumpuni dalam sistem peradilan menjadi sebuah keharusan. Sehingga masyarakat pencari keadilan mendapatkan informasi yang benar dan sah sehingga dapat memahami terkait posisi kasus, proses pengambilan putusan, beserta ketaatan atas putusan yang diambil oleh hakim. (KY/Jaya)
 

Berita Terkait