Laporan Masyarakat ke KY Tahun 2021 Bertambah Dibandingkan Sebelumnya
Komisi Yudisial (KY) telah menerima 1346 laporan masyarakat dan 783 surat tembusan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada periode 2 Januari - 30 November 2021.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) telah menerima 1346 laporan masyarakat dan 783 surat tembusan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada periode 2 Januari - 30 November 2021.  Jumlah laporan tersebut naik sekitar 6,4 persen bila dibandingkan pada November tahun lalu yang mencapai 1265 laporan masyarakat dan 874 surat tembusan.

 

"Jumlah laporan masyarakat ke KY cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Masyarakat ikut berperan dalam menjaga integritas hakim sehingga peradilan bersih dan berwibawa dapat terwujud," jelas Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Sukma Violetta dalam konferensi pers daring Refleksi Akhir Tahun KY Bidang Pengawasan Hakim Tahun 2021, Selasa (21/12).

 

Laporan masyarakat yang diterima KY periode 2 Januari - 30 November 2021 ini, mayoritas disampaikan melalui jasa pengiriman surat sebanyak 699 laporan. Sedangkan, pelapor yang datang langsung ke kantor KY ada 378 laporan. Sementara 248 laporan lainnya disampaikan secara daring dan 21 laporan sisanya berupa informasi atas dugaan pelanggaran perilaku hakim.

 

"Dilihat dari jenis perkaranya, masalah perdata masih mendominasi, yaitu 632 laporan. Untuk perkara pidana jumlahnya 355 laporan," jelas Sukma.

 

Sementara itu, lanjut Sukma, pengaduan terkait perkara agama ada 86 laporan, tipikor ada 65 laporan,tata usaha negara ada 55 laporan, niaga 38 laporan, perselisihan hubungan industri 35 laporan, lingkungan 11 laporan, pidana dan perdata 7 laporan, militer 5 laporan, pajak 3 laporan dan 54 laporan lainnya adalah lain-lain.

 

Sukma menguraikan 10 provinsi terbanyak dalam penyampaian laporan dugaan pelanggaran KEPPH yang masih didominasi kota-kota besar di Indonesia. Menurutnya, dari tahun ke tahun relatif tidak banyak perubahan. Paling banyak adalah DKI Jakarta 321 laporan, Sumatera Utara 133 laporan, Jawa Timur 131 laporan, Jawa Barat 111 laporan, Jawa Tengah 65 laporan, Sumatera Selatan 56 laporan, Riau 51 laporan, Sulawesi Selatan 46 laporan, Nusa Tenggara Timur 37 laporan dan Kalimantan Timur 36 laporan.

 

Adapun dilihat dari jenis peradilan yang dilaporkan, masih didominasi oleh peradilan umum, yakni 1001 laporan. Posisi selanjutnya, yakni Peradilan Agama 99 laporan, Mahkamah Agung 86 laporan,  Tata Usaha Negara sejumlah 45 laporan, Tipikor 34 laporan, Niaga  28 laporan,  Militer 7 laporan, dan 28 laporan lainnya.

 

Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena  laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi.

 

"Dari 1321 laporan yang telah diverifikasi atau sekitar 98 persen dari jumlah keseluruhan laporan yang masuk, KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan untuk diregistrasi sebanyak 200 laporan. Yaitu berasal dari laporan tahun 2020 sebanyak 58 dan tahun 2021 sebanyak 142," lanjut Sukma.

 

Sementara lainnya, ada 312 laporan masih menunggu permohonan kelengkapan, 97 laporan bukan kewenangan KY,  108 laporan diteruskan ke instansi lain, dan laporan tidak dapat diterima ada 258 laporan. Ada juga laporan yang diteruskan ke bagian investigasi 10 laporan dan advokasi hakim 1 laporan, serta masih proses verifikasi 25 laporan.

 

"Yang terbanyak adalah permohonan pemantauan yaitu 393 laporan," pungkas Sukma.

 

Pemantauan Persidangan Upaya Pencegahan Pelanggaran KEPPH

 

Sukma juga mengungkapkan bahwa periode Januari hingga November 2021, KY telah menerima 393 permohonan pemantauan yang berasal dari 314 laporan masyarakat dan 79 pemantauan berdasarkan inisiatif KY.

 

"Pemantauan persidangan adalah langkah pencegahan agar hakim tetap bersikap independen dan imparsial dalam memutus, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Hasil dari tindak lanjut permohonan pemantauan Januari hingga November 2021 adalah 195 dapat dilakukan pemantauan, 171 tidak dapat dilakukan pemantauan, dan 27 dalam tahap analisis," pungkas Sukma.

 

Ada beberapa sebab permohonan tidak dapat dilakukan pemantauan. Ada yang bukan merupakan kewenangan KY, kemudian permohonan yang disampaikan adalah substansi perkara, adapula perkara yang dimohonkan ternyata sudah diputus, dan tidak ada dugaan awal pelanggaran kode etik pedoman perilaku hakim. (KY/Festy)


Berita Terkait