CHA Cerah Bangun: Putusan MA Jadi Rujukan, Sengketa Berkurang
Peserta pertama di hari pertama adalah Direktur Keberatan Banding dan Peraturan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Cerah Bangun dari Kamar TUN.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) menyelenggarakan Seleksi Wawancara Calon Hakim Agung (CHA) dan Calon Hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mahkamah Agung (MA) tahun 2021/2022, sejak Senin (25/4) hingga Kamis (28/8) di Auditorium KY, Jakarta dan disiarkan melalui kanal Youtube KY.

 

Di hari pertama menghadirkan 4 orang CHA dari kamar Tata Usaha Negara (TUN) dan Kamar Perdata. Pewawancara terdiri atas Pimpinan dan Anggota KY, Hamdan Zoelva sebagai unsur negarawan, H.M. Harry Djatmiko (kamar TUN khusus pajak) dan Moh. Saleh (kamar Agama). Peserta pertama di hari pertama adalah Direktur Keberatan Banding dan Peraturan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Cerah Bangun dari Kamar TUN.

 

Di awal wawancara, calon ditanya oleh panelis mengenai visi dan misi jika terpilih menjadi hakim agung. Visi misi Cerah Bangun selaras dengan visi misi MA, yakni terwujudnya badan peradilan Indonesia yang agung. Kemudian panelis menanyakan background calon adalah pemerintah atau eksekutif, sementara menjadi hakim agung adalah yudikatif. 

 

Menurutnya, menjadi hakim sebagai bagian dari yudikatif yang imparsial, maka harus melakukan beberapa penyesuaian. Namun dalam tugas sebagai eksekutif selama ini, CHA Cerah Bangun bertugas juga sebagai yudikatif, seperti contoh dalam keberatan antara pemohon di Bea Cukai. Sebagai hakim, CHA Cerah Bangun menyatakan bahwa penetapan di pengadilan pajak itu jangan dilihat menang atau kalah, tapi bagaimana memutus keputusan pada titik yang terbaik bagi para pihak. 

 

“Saya berharap, saat menjadi hakim agung menggunakan prinsip tersebut, sehingga putusan MA tidak hanya menjadi rujukan hakim, tetapi juga para eksekutif. Apabila putusan MA menjadi rujukan, maka jumlah sengketa menjadi berkurang. Saya mengambil hikmah dari MA, sudah ada e-court untuk TUN, walaupun belum sepenuhnya. Saya akan dukung sehingga penanganan perkara bisa lebih cepat lagi di bawah 100 hari,” ujar Cerah Bangun. 

 

Cerah Bangun melihat sengketa di MA terus meningkat, sedangkan hakim agung khusus pajak hanya satu orang di mana 4500 sengketa yang harus diputus. Calon telah terbiasa membahas kasus perpajakan, minimal 10 halaman, banyak yang ratusan halaman, membaca sudah letih, lalu harus memutus perkaranya. 

 

“Usulannya adalah memantau percepatan dan kualitas maupun mendukung ecourt. Karena dalam tiap perkara, pemohon dan termohon sudah ada sehingga tinggal konfirmasi betul atau tidak. Kami sudah ada teknik untuk bisa memutus dengan cepat,” beber Cerah Bangun.

 

Cerah Bangun disinggung terkait fenomena online shopping dan market place. Perkembangan negara semakin maju dan borderless, tetapi banyak transaksi pajak yang belum bisa dipungut. Misalnya Netflix, download ebook atau film yang kedudukannnya di luar negara, dan sampai saat ini belum dipungut pajaknya. 

 

“Kita harus mengatur market place dengan teknologi kita, apakah dengan teritorial kita atau metode lain, atau kesepakan internasional mengenai ketentuan tersebut sehingga berlaku untuk semua. Sekarang kita mengikuti peraturan internasional, sehingga kita bisa melihat di titik mana pendapatan negara yang dapat kita ambil pajaknya,” ungkap Cerah Bangun. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait