RUU JH Perlu Pembahasan Komprehensif
Wakil Ketua KY Sukma Violetta dalam Lokakarya Urgensi RUU Jabatan Hakim dalam Meningkatkan Harkat dan Martabat Hakim di Yogyakarta, Kamis (03/11).

Yogyakarta (Komisi Yudisial) - Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUU JH) yang telah menjadi agenda dalam Program Legislasi Nasional (Proglegnas) Tahun 2015-2019 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memerlukan masukan dari berbagai pihak.
 
Komisi Yudisial (KY) sebagai salah satu lembaga negara yang memiliki wewenang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim memiliki peran untuk memberikan masukan sehingga RUU Jabatan Hakim dapat ditetapkan menjadi undang-undang yang ideal dan komprehensif.
 
"Masyarakat banyak yang menilai sosok hakim sekarang belum memenuhi harapan sebagai hakim yang ideal (yang mulia)," ujar Wakil Ketua KY Sukma Violetta dalam Lokakarya Urgensi RUU Jabatan Hakim dalam Meningkatkan Harkat dan Martabat Hakim di Yogyakarta, Kamis (03/11).
 
Untuk itu, KY menawarkan konsep shared responsibility. Di mana ada pembagian peran dan tanggung jawab antar organ negara, khususnya dalam pengelolaan jabatan hakim sebagai konsekuensi pejabat negara.
 
"Konsep shared responsibility bukan hal yang aneh dalam praktik bernegara kita, sehingga konsep shared responsibility patut dipertimbangkan dalam manajemen pengelolaan hakim," jelas lulusan University Nottingham ini.
 
Menurut Sukma, fokus RUU JH ini ada pada beberapa aspek, yaitu status jabatan, manajemen pengelolaan hakim, dan pengawasan kekuasaan kehakiman.
 
"Promosi dan mutasi yang baik serta pengawasan hakim yang baik, maka ada harapan besar akan menjadi pengadil yang baik demi keadilan di masyarakat," ujar Sukma.
 
Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Mahfud M.D. mengatakan, kinerja kekuasaan kehakiman dan para hakim perlu diawasi karena filosofi kelembaganegaraan yang kita anut adalah checks and balances.
 
"Sesudah menyatakan hakim harus dimerdekakan dalam arti independensi dan imparsialitas, hakim perlu diawasi. Karena secara ketatanegaraan, kita memerlukan kekuasaan yang terbangun dalam checks and balances," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia ini.
 
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, untuk penguatan kelembagaan, KY harus optimis dengan penguatan hakim.
 
"Menghidupkan lembaga KY lebih kuat dengan cara menjamin jabatan hakim itu sebagai jabatan terhormat, sebagai pejabat negara melalui penguatan RUU ini," ujar Mahfud.
 
Terkait RUU JH, Mahfud menganggap RUU ini kurang memadai. Penjelasan filosofis, sosiologis dan yuridisnya belum menggambarkan apa dan bagaimana sosok RUU ini.
 
Mahfud mengatakan, tugas RUU ini dalam rangka membangun hakim-hakim yang bermartabat sehingga tercipta peradilan yang bersih.
 
"Mari jaga Indonesia ini dengan hakim-hakim yang bermartabat," harap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
 
Sementara itu, Anggota DPR RI Azis Syamsudin mengatakan RUU ini masih dalam bentuk rancangan yang masih banyak perubahan.
 
"DPR mengapresiasi kegiatan yang dilakukan KY ini dalam rangka menerima masukan dari para akademisi untuk meningkatkan harkat dan martabat hakim,"  ucap Azis.
 
Azis berpendapat, RUU ini tidak hanya sebatas mengatur hakim semata, tetapi juga mengatur seluruh aspek peradilan. RUU ini didorong dan dirasa perlu untuk mengatur pola manajemen kekuasaan kehakiman.
 
"Bagaimana seluruh perangkat hakim itu diramu dan dibahas untuk menjadi komprehensif," pungkas Anggota DPR Fraksi Golkar ini. (KY/Jaya/Festy)

 


Berita Terkait