Penegakan Hukum yang Kuat Berawal dari Birokrasi yang Bersih
Aidul memberikan keynote speech pada Seminar sehari dalam rangka Milad Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ke-36 berjudul Tantangan Penegakan Hukum Menuju Indonesia Berkemajuan, Sabtu (8/4) di Aula Gedung Pasca Sarjana UMY, Yogyakarta.

Yogyakarta (Komisi Yudisial) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari menyebut konsep Indonesia berkemajuan merupakan socio-political imaginaire yang berakar pada hasrat masyarakat yang berdaulat. Pada kondisi ini, bangsa Indonesia terlepas dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan masalah kesehatan serta menjadi cerminan bangsa yang sejahtera. Tantangan untuk mewujudkan hal itu, tak lepas dari kondisi penegakan hukum di Indonesia yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politiknya.
 
Aidul lebih lanjut menambahkan terminologi “berkemajuan” sendiri merupakan genealogi yang berasal dari pendiri organisasi Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan.
 
Aidul hadir  memberikan keynote speech pada Seminar sehari dalam rangka Milad Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ke-36 berjudul Tantangan Penegakan Hukum Menuju Indonesia Berkemajuan, Sabtu (8/4) di Aula Gedung Pasca Sarjana UMY, Yogyakarta.
 
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta ini berpandangan, erat kaitan penegakan hukum menuju Indonesia berkemajuan dengan terjadinya reduksi (kemunduran, red) dalam Ketetapan MPR Nomor 10 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa lemahnya penegakan supremasi hukum disebabkan karena adanya hegemoni kekuasaan Presiden. 
 
“TAP MPR Nomor 10 Tahun 1998 membuat adanya pemisahan kekuasaan antara fungsi yudikatif dan eksekutif hingga muncul lah “one roof system” pada Mahkamah Agung. Namun selama dua dasawarsa reformasi ini tetap saja masih banyak keluhan adanya korups, kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga penegakan hukum untuk Indonesia yang berkemajuan masih jauh dari harapan," ujar Aidul.
 
Untuk menciptakan penegakan hukum yang kuat agar masyarakat sejahtera, Aidul menyetujui pandangan dari Ilmuwan Politik Francis Fukuyama yang mengatakan hal pertama yang perlu dilakukan  adalah pembenahan  pemerintahnya. 
 
“Menjawab tantangan  untuk menciptakan penegakan hukum yang kuat berawal dari birokrasi atau eksekutifnya harus kuat terlebih dahulu, lalu pembenahan sistem demokrasi. Barulah penegakan hukum seperti independensi, imparsialitas dan objektifitasnya," paparnya.
 
Pria kelahiran Tasikmalaya ini juga berpesan agar berkaca pada sejarah dan selalu waspada terhadap kekuatan kapitalis yang dapat memengaruhi politik dan penegakan hukum di Indonesia. 
 
“Waspadai kekuatan ekonomi kapitalis yang turut mencampuri kondisi politik di Indonesia sehingga berdampak besar dengan penegakan hukumnya. Kita perlu berkaca pada sejarah zaman pemerintahan Hindia Belanda di mana pemerintahan kala itu dapat mengendalikan kekuatan kapitalis. Negara punya peran mengendalikan elit politik dan ekonominya sehingga penegakan hukum tidak dapat dipengaruhi oleh kekuatan kapitalis," tegasnya.
 
Selain itu, lanjut Aidul, negara juga berperan mendistribusikan kekayaan kepada seluruh rakyat, sehingga akan menciptakan masyarakat yang sejahtera, dan Indonesia Berkemajuan akan dapat tercapai.
 
Sementara Wakil Rektor I UMY Sukamta mengemukakan penegakan hukum yang kuat itu tercermin dalam beberapa firman dalam Al-Quran. Salah satunya pada surat Al-Maidah Ayat 8. 
 
“Pada ayat tersebut menyerukan, hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”, tambahnya lagi.
 
Yang menarik pada ayat tersebut menurut Sukamta adalah pada bagian akhirnya, untuk menegakan kebenaran dan keadilan hanya dapat dilalui melalui jalan takwa kepada Allah yang Maha Mengetahui. (KY/Adnan/Festy)

Berita Terkait