Wewenang KY Perlu Final and Binding
Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus dalam launching buku Anggota KY Farid Wajdi dan diskusi "Memperkuat KY dalam Menjaga Integritas Wakil Tuhan", Rabu (2/10) di Auditorium KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus berharap agar kewenangan KY diperkuat, termasuk penjatuhan sanksi yang final and binding.
 
"Produk hukum yang dihasilkan oleh KY perlu diperkuat seperti kata "rekomendasi" terhadap hakim yang diduga melanggar KEPPH diganti dengan kata "final and binding". Kenapa? Karena jika kewenangannya sebatas rekomendasi, maka hasilnya akan terus ada perdebatan dengan MA," papar Jaja dalam launching buku Anggota KY Farid Wajdi dan diskusi "Memperkuat KY dalam Menjaga Integritas Wakil Tuhan", Rabu (2/10) di Auditorium KY, Jakarta.
 
Jaja juga sempat menyinggung soal Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUU JH) yang seharusnya disahkan oleh DPR RI 2014-2019. Ia mendorong agar RUU tersebut  dapat segera disahkan oleh Anggota DPR RI 2019-2024 yang mulai bekerja sejak 1 Oktober 2019 lalu.
 
Terkait RUU JH, Peneliti Senior Indonesia Legal Roundtable (ILR) Andri Gunawan sepakat bahwa perlu segera dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Ia mengungkap bahwa pada  Prolegnas 2019 – 2024, ada tujuh Rancangan Undang-Undang (RUU), yaitu RUU Mahkamah Konstitusi, RUU Pengadilan Ham, RUU Etika Penyelenggara Negara, RUU KY, RUU Jabatan Hakim (JH), RUU KUHP.
 
“Seharusnya RUU itu sudah selesai semua di periode Prolegnas sebelumnya. Namun karena tampaknya DPR sudah habis tenaga, sehingga tidak dapat disahkan. Sisanya ini menjadi carry over di Prolegnas selanjutnya. Saya harap di Prolegnas selanjutnya, publik akan lebih "aware" dengan pentingnya keberadaan KY bagi publik, sehingga mendukung RUU yang akan disahkan selanjutnya,” harap Andri.
 
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun melihat posisi KY bukan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman atau main state organ, sehingga hanya dinilai sebagai supporting organ saja, sementara main organnya adalah MA. Bahkan, oleh Mahkamah  Konstitusi (MK), beberapa kewenangan KY telah dipangkas. Seperti, pengawasan KY bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat dan proses seleksi hakim tingkat pertama merupakan kewenangan tunggal Mahkamah Agung (MA), tanpa melibatkan KY.
 
"Persoalan lain yang dihadapi KY adalah tidak memiliki kewenangan yang menentukan. Umumnya lembaga yang tidak punya kewenangan ini, ya tidak bergigi. Hal ini juga sama dengan Bawaslu dulu, setelah DPR memberi kewenangan Bawaslu bisa memutus sengketa Pemilu, sekarang lembaga ini sangat kuat ditakuti," pungkas Refly. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait