KY Ajak Pimpinan Pengadilan Jadi Role Model
Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim KY KMS A. Roni dalam “Konsolidasi Kelembagaan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam Rangka Sinergitas untuk Mewujudkan Peradilan Bersih” di Aula Pengadilan Tinggi Jambi, Rabu (23/10).

Jambi (Komisi Yudisial) - Upaya untuk membersihkan lembaga peradilan yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) menjadi perhatian Komisi Yudisial (KY). Di antaranya dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.
 
“Perlu adanya peran pimpinan badan peradilan sebagai role model,” ujar Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim KY KMS A. Roni dalam “Konsolidasi Kelembagaan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam Rangka Sinergitas untuk Mewujudkan Peradilan Bersih” di Aula Pengadilan Tinggi Jambi, Rabu (23/10).
 
Menurut Roni, atasan langsung mempunyai peran penting dalam pengawasan, atasan langsung tidak hanya duduk manis di balik meja, melainkan wajib melaksanakan pengawasan dan pembinaan atas pelaksanaan tugas dan perilaku bawahannya, baik di dalam maupun di luar kedinasan secara terus menerus.
 
“Walaupun dalam suatu peradilan aparat penegak hukum lainnya bermain, tetapi kalau hakimnya mempunyai integritas yang kokoh maka peradilan itu akan tegak sebagaimana mestinya,” tegas Roni yang disambut tepuk tangan para peserta konsolidasi.
 
Untuk menyaring pimpinan-pimpinan yang memenuhi kreteria role model, harus dilakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) guna menguji kemampuan kompetensi atau kualitas dan menilai integritas. Dari situ, maka bisa dilihat apakah pimpinan tersebut bisa menjadi role model bagi anak buahnya.
 
“Kalau pimpinannya baik, insya Allah yang di bawah akan baik,” ujar mantan Jaksa KPK ini.
 
Roni mengatakan, ada dua hal pokok yang harus dimiliki oleh seorang hakim. Pertama adalah integritas dan yang kedua kompetensi. Meskipun banyak hal lain yang perlu dimiliki oleh hakim.
 
“Kalau seorang hakim mempunyai integritas tetapi tidak mempunyai kompetensi, maka akan lahir seperti seorang bayi. Jujur tapi tidak punya kemampuan apa-apa. Sebaliknya hakim yang mempunyai kompetensi tetapi tidak mempunyai integritas maka akan cenderung abuse of power. Untuk itu, seorang hakim perlu memiliki keduanya,” urai Roni.
 
Terkait kondisi peradilan saat ini, Roni mengutip hasil Hasil Survei Global Barometer Corruption 2017 di wilayah Asia Pasifik oleh Transparency International menempatkan pengadilan di Indonesia berada di zona merah yang rawan suap.
 
“Indonesia sama dengan India, tetapi kalah dengan Myanmar dan Vietnam yang berada di zona kuning. Indonesia masih rawan terhadap suap,” kutip Roni.
 
Pada kesempatan tersebut, Roni juga memaparkan terkait kinerja KY dalam melakukan pengawasan. Sepanjang 2009-2019, terjadi 55 sidang MKH yang dilaksanakan KY bersama MA, 23 kasus mengadili hakim yang terlibat suap/gratifikasi.
 
“Pada 2019 ini, ada empat hakim yang diajukan dalam Sidang MKH (meningkat dari tahun 2018 yang hanya 2 orang hakim terlapor),” papar pria kelahiran Tanjung Aur, Sumatera Selatan ini.
 
Roni mengingatkan, hakim untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Waspada dan mulai sekarang tidak ada hakim yang melanggar KEPPH, melakukan perbuatan tercela apalagi terkena OTT.
 
“Mengintensifkan upaya pencegahan terhadap pelanggaran KEPPH sejak dini,” jelas Roni sambil bercerita pengalamannya di KPK. (KY/Jaya/Festy)

Berita Terkait