Integritas Hakim harus Dijunjung Tinggi
Ketua KY Jaja Ahmad Jayusmenyampaikan keynote speech pada Seminar Nasional kerjasama KY dengan Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) bertema Pemilu dan Integritas Hakim di Auditorium MR. R.M. Soemantri, Kampus Unitomo Surabaya, Kamis (7/11).

Surabaya (Komisi Yudisial) – Dalam proses penyelesaian perkara-perkara di pengadilan, hakim harus memiliki pertimbangan atau prinsip-prinsip etik yang dijunjung tinggi agar putusan dapat dipercaya publik. Salah satunya yang paling fundamental adalah integritas hakim.
 
“KY sangat ketat dari sisi integritas. Prinsip integritas adalah prinsip etik yang berlaku untuk profesi apapun. Intergritas itu menjadi sangat penting bagi seorang hakim,” ditegaskan Ketua KY Jaja Ahmad Jayus di sela menyampaikan keynote speech pada Seminar Nasional kerjasama KY dengan Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) bertema Pemilu dan Integritas Hakim di Auditorium MR. R.M. Soemantri, Kampus Unitomo Surabaya, Kamis (7/11). 
 
Jaja mengatakan produk putusan hakim harus memiliki nilai-nilai etik merujuk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ada ketentuan yang bersifat etik, yaitu dalam pasal 197 ayat 1 huruf h dan huruf i bahwa suatu produk putusan hakim pidana harus memuat pertimbangan yang meringankan dan memberatkan. “Jika tidak dijadikan dasar pertimbangan, putusan tersebut batal demi hukum. Itu artinya pertimbangan yang meringankan/memberatkan tersebut merupakan pertimbangan etik, bukan pertimbangan hukum,” ujar Jaja.
 
Lebih lanjut menanggapi pemilu dan urgensi integritas hakim, pemilu yang baik menurut Jaja harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip etik, yaitu nilai-nilai kejujuran dan keadilan. Maka ketika perkara pemilu diproses ke pengadilan, hakim yang menangani perkara haruslah memiliki integritas yang tinggi. Jika ada persoalan integritas, atau dengan kata lain terbukti integritasnya terganggu, maka kemungkian hakim akan berperilaku tidak adil, tidak jujur, dan juga tidak profesional.
 
“Jadi kalau salah satu unsur integritas terganggu, seluruh prinsip etik itu pasti dilanggar. Ketika pertimbangannya tidak persisten maka muncullah imparsialitas, ketidakadilan, ketidakmandirian, dan lain sebagainya. Itulah sebabnya intergritas itu menjadi sangat penting bagi seorang hakim,” tandas Jaja. (KY/Yuni/Festy)

Berita Terkait