Calon Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial Jaka Mulyata: Meski Diusulkan Pengusaha, Hakim ad hoc PHI Harus Independen Saat Memutus Perkara
Calon pertama yang diwawancara adalah Hakim Ad Hoc PHI pada Pengadilan Negeri Gresik Jaka Mulyata yang merupakan rekomendasi dari APINDO.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) melaksanakan Wawancara Terbuka Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung (MA) tahun 2019, Senin (18/11) di Auditorium KY, Jakarta. Panelis untuk wawancara kali ini terdiri dari Anggota KY, Imam Masjid Istiqlal Jakarta Prod. Nasaruddin Umar, dan mantan hakim agung Djafni Djamal. Calon pertama yang diwawancara adalah Hakim Ad Hoc PHI pada Pengadilan Negeri Gresik Jaka Mulyata yang merupakan rekomendasi dari APINDO.
 
Jaka ditanyakan tentang sulitnya eksekusi putusan PHI. Berdasarkan pengalaman sebagai hakim ad hoc PHI, eksekusi yang jarang dilaksanakan adalah eksekusi diperkerjakan kembali. Permasalahannya mungkin pada biaya bagi pengusaha dan ketidaktahuan dari pekerja sehingga seringkali tidak dilaksanakan. Selain itu, eksekusi putusan pesangon.
 
"Mengenai pesangon, beberapa pengusaha secara konsekuen mau melaksanakan. Tapi seringnya menunggu putusan sudah inkracht di tingkat kasasi, dengan alasan untuk menghemat biaya. Bahkan di antara proses peradilan biasa dilakukan negosiasi. Itulah pentingnya pendampingan proses eksekusi," jelas Jaka.
 
Terkait keluhan hakim di MA mengenai hakim ad hoc PHI di MA yang lebih membela korpsnya, Jaka mengembalikan kepada pribadi masing-masing. Saat menjadi hakim, seluruh jubah korps harus dilepaskan, dan tidak boleh memihak dalam memutuskan perkara.
 
"Kembali pada pola pikir hakim tersebut. Harusnya putusan dikembalikan kepada musyawarah majelis. Jika saya terpilih sebagai hakim ke MA, maka saya akan berpedoman kepada musyawarah dalam menjatuhkan putusan," ujar Jaka. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait