KY Gelar FGD Bagi Kontributor Anotasi Program Aplikasi Karakterisasi Putusan
Komisi Yudisial (KY) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Kontributor Anotasi Program Prioritas Nasional Karakterisasi Putusan Berdasarkan Aplikasi, pada Jumat-Sabtu, 22-23 November 2019 di Hotel Ibis Gading Serpong, Tangerang

Tangerang (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Kontributor Anotasi Program Prioritas Nasional Karakterisasi Putusan Berdasarkan Aplikasi, pada Jumat-Sabtu, 22-23 November 2019 di Hotel Ibis Gading Serpong, Tangerang. Hadir sebanyak 16 orang peserta yang merupakan perwakilan dari universitas yang menjadi mitra kontributor Program Karakterisasi. Para peserta selama dua hari dibimbing dalam FGD bersama narasumber yang terdiri dari dosen FH Universitas Bina Nusantara Shidarta, dosen dari FH UGM Zainal Arifin Mochtar, dan dosen FH Universitas Parahyangan Niken Savitri.
 
Saat membuka acara, Plt. Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi KMS A. Roni menjelaskan, program karakterisasi ini merupakan program nasional yang dibuat untuk mempermudah seseorang baik dalam kapasitasnya sebagai hakim maupun anggota masyarakat dalam membaca sebuah putusan, dengan cara mengelompokkan indikator-indikator penting (karakter). 
 
"Pada masa awal, karakterisasi dilakukan di internal KY bersama para pakar dan berhenti pada fase pengayaan konten dan data. Hari ini sebagai bentuk transformasi yang benar-benar memiliki daya guna, maka karakterisasi putusan didorong untuk dijadikan dalam bentuk aplikasi berbasis web, ataupun aplikasi berbasis telepon seluler agar dapat dirasakan langsung manfaatnya di depan para hakim," buka Kemas, Jumat (22/11)
 
Tujuan dari karakterisasi ini ditujukan untuk membantu para hakim memperkaya referensi di dalam putusan mereka. Referensi tersebut tidak hanya berangkat dari UU, tapi juga yurisprudensi dan doktrin. Karakterisasi putusan akan membantu para pengakses untuk mencari dasar argumentasi yang dibangun oleh para hakim, kaidah yurisprudensi, juga relevansinya dengan teori terbaru yang relevan. Artinya ada alat bantu, khususnya bagi para hakim untuk dapat memperoleh referensi secara mudah terkait. 
 
"Perlu diperjelas bahwa angle yang dipilih pada program ini lebih cenderung pada skema anotasi, dan bukan eksaminasi. Sebagaimana diketahui bahwa sekalipun terlihat mirip, ada beberapa perbedaan di antara kedua konsep tersebut," jelas Roni.
 
Karakterisasi sedari awal diniatkan sebagai jembatan kritik, koreksi, atau timbal balik lainnya bagi dunia akademik kepada praktik, begitu pula sebaliknya. Hal ini menjadi bagian penting agar tercipta kebiasaan sehat dan konstruktif dalam menyampaikan masukan bagi atmosfer dunia hukum Indonesia.
 
"Lewat forum pelatihan kontributor anotasi ini, kami meyakini kerja lembaga tidak bisa menjadi hanya tanggung jawab KY saja. Gagasan untuk memperluas domain dengan menggeser dari urusan negara yang diwakili birokrasi menjadi domain publik terus mengemuka. Birokrasi sangat mungkin jadi fleksibel dan responsif, publik juga bisa dikerucutkan aspirasinya atau bahkan didayagunakan potensinya," tutup Kemas. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait