Anggota KY Paparkan Shared Responsibility untuk Rekonseptualisasi Penataan Kekuasaan Kehakiman
Anggota Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari saat menjadi narasumber dalam Seminar Rekonseptualisasi Arah Penataan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Akuntabel. Seminar yang diadakan oleh Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Pancasila pada Rabu (11/12).

Jakarta (Komisi Yudisial) - Anggota Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari menawarkan sistem Shared Responsibility sebagai rekonseptualisasi arah penataan kekuasaan kehakiman, yang saat ini menggunakan sistem satu atap (one roof system). One Roof System ini berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang di dalamnya mengatur ketentuan tentang urusan organisatoris, administratif, dan finansial dari badan-badan peradilan berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Sedangkan sistem shared responsibility berdasarkan Pasal 24B UUD 1945.
 
“Terdapat pemisahan kekuasaan internal pada cabang kekuasaan kehakiman yang dilaksanakan oleh MA dan MK sebagai pelaku kekuasaaan kehakiman dan KY sebagai lembaga independen yang memiliki kewenangan terkait dengan kekuasaan kehakiman,” jelas Aidul saat menjadi narasumber dalam Seminar Rekonseptualisasi Arah Penataan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Akuntabel. Seminar yang diadakan oleh Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Pancasila pada Rabu (11/12).
 
Keberadaan lembaga serupa KY seperti di AS merupakan bagian upaya untuk menegakkan independensi peradilan dengan cara mengambil alih rekrutmen hakim dari lembaga atau mekanisme politik, sehingga pemilihan atau seleksi hakim sepenuhnya bersifat merit dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik. Demikian pula peran le Conseil supérieur de la magistrature (KY di Prancis) sangat menentukan untuk mencegah pengaruh politik pemerintah terhadap karir hakim.
 
“Kehadiran KY  dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia pada dasarnya harus dipahami sebagai salah upaya untuk mencegah pengaruh politik sekaligus mengurangi subjektivitas serta eksklusivitas pada satu badan kekuasaan kehakiman dalam urusan pengelolaan hakim,” tegas Aidul.
 
Lebih lanjut, Aidul juga menawarkan konsep Dewan Yudisial sebagai bentuk penyempurnaan dari KY. Di mana nantinya wewenangnya lebih kepada manajerial peradilan di MA. Jadi hakim di MA tidak perlu lagi harus mengurus hal-hal yang bersifat administratif, fokus pada proses peradilan.
 
“Dewan Yudisial ini nantinya akan berwenang dalam proses penilaian profesionalisme hakim, rekrutmen, promosi dan mutasi, serta pengawasan perilaku hakim. Jadi betul-betul sebagai manajer, lembaga yang mendukung kinerja peradilan,” pungkas Aidul.
 
Selain Aidul hadir menjadi narasumber yaitu Mantan Hakim Agung Abdul Gani Abdullah, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila Astin Riyanto, Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Zainal Arifin Hussein, dan Peneliti Kolegium Jurist Institute Ibnu Sina Chandranegara.(KY/Noer/Festy)

Berita Terkait