Putusan Hakim Harus Didasarkan Pertimbangan yang Tepat
Pakar psikologi dari Universitas Indonesia Rudolf W. Matindas yang menjadi narasumber workshop jarak jauh Peningkatan Kapasitas Hakim

Jakarta (Komisi Yudisial) - Putusan merupakan mahkota hakim. Dalam memutus sebuah perkara, hakim harus mempertimbangkan sejumlah alasan karena ada konsekuensi yang menyertainya.
 
Pakar psikologi dari Universitas Indonesia Rudolf W. Matindas yang menjadi narasumber workshop jarak jauh Peningkatan Kapasitas Hakim menjelaskan, memutus merupakan akhir proses dengan mempertimbangkan sejumlah opsi. 
 
"Tiap putusan akan membuka sejumlah kemungkinan, tetapi sekaligus menutup kemungkinan-kemungkinan lain," buka Rudolf di harapan para hakim peserta workshop jarak jauh, Selasa (3/11).
 
Dikatakan Rudolf, pada level personal, memutuskan berbeda dari hanya menyimpulkan. Putusan didasarkan pada perhitungan mengenai akibat yang akan terjadi, dan dibuat dengan mengikutsertakan rasa atau emosi.
 
"Kesimpulan didasarkan pada informasi yang sudah dimiliki dan dibuat dengan pertimbangan nalar,"  ujar Rudolf.
 
Ditambahkan Rudolf, pada level organisasi, sering kali ada perbedaan yang jelas antara kesimpulan dan saran, serta putusan dan eksekusi. Pada level personal, sulit membedakan hal tersebut karena pemberi dan penerima saran adalah diri sendiri serta pelaksana putusan juga diri sendiri.
 
Menurut Rudolf, perlu dibedakan antara eksekusi mental dan eksekusi batin. Keputusan dan eksekusi mental sepenuhnya disadari oleh yang bersangkutan sedangkan keputusan dan eksekusi batin tidak selamanya berada dalam kendali mental.
 
"Seseorang secara mental bisa saja memutuskan untuk melupakan atau memaafkan kesalahan orang lain, tetapi batinnya masih memendam dendam," tutur Rudolf. (KY/Eka Putra/Festy)

Berita Terkait