Pengawasan pada Penegak Hukum Terbentur Semangat Esprit de Corpse
Seminar Nasional dan FGD Revitalisasi Sistem dan Mekanisme Pengawasan Penegak Hukum di Indonesia, Kamis (12/5) di Aula Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII)

Yogyakarta (Komisi Yudisial) – Ketidakseimbangan antara jumlah hakim dengan hakim pengawas di Mahkamah Agung (MA) menjadikan pengawasan yang dilakukan oleh MA terasa kurang maksimal. Komisi Yudisial (KY) yang lahir untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia, pada hakikatnya hadir untuk mem-back up kerja pengawasan MA yang masih kurang maksimal. Ironisnya, kewenangan KY justru dipersempit.

“Dengan tujuan mulia dibentuknya KY justru ironis karena kewenangan KY malah dipersempit. Belum ada kejelasan antara batasan teknis yudisial dan perilaku hakim (misconduct).  Apalagi sanksi KY yang bersifat tidak mengikat memungkinkan pengenaan sanksi yang kemungkinan besar tidak ditindaklanjuti oleh MA,” papar Wakil Ketua KY Sukma Violetta saat membuka Seminar Nasional dan FGD Revitalisasi Sistem dan Mekanisme Pengawasan Penegak Hukum di Indonesia, Kamis (12/5) di Aula Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Yogyakarta.

Sukma mengungkapkan, ada 7500 hakim di seluruh Indonesia, 8000 panitera/juru sita serta 22.000 pegawai di 843 pengadilan. Sementara pengawasan hanya dilakukan oleh 40 hakim Badan Pengawasan (Bawas) MA. Hal itu menjadikan pengawasan MA masih sangat jauh dari kata maksimal.

Lebih lanjut peraih gelar LL.M dari University of Nottingham, Inggris ini berpendapat, pengawasan terhadap aparat penegak hukum (APH), seperti polisi, hakim, ataupun jaksa di Indonesia, sering terbentur masalah  esprit de corpse. Seringkali ada problem yang sama ketika dihadapkan dengan instrumen pengawasan, yaitu loyalitas semangat akan kesatuan. Pada institusi pengawas, sambung Sukma, saat memeriksa oknum yang notabene pangkat atau jabatannya lebih tinggi menyebabkan timbul ewuh pakewuh sehingga pemeriksaan atau pengawasan seolah hanya formalitas saja.

Selain Sukma, hadir sebagai pembicara dalam acara yang dihadiri oleh civitas akademika FH UII dan APH di lingkup wilayah Kota Yogyakarta adalah Baharuddin Kamba dari Jogja Police Watch (JPW) dan praktisi hukum Nur Ismanto. (KY/Jimmy/Festy)


Berita Terkait