
Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung Kamar Agama ketiga yang diwawancara adalah Hakim Tinggi Agama pada Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) Lailatul Arofah. Salah satu topik yang ditanyakan oleh panelis adalah hak asuh anak setelah perceraian.
Lailatul menjelaskan, dalam hukum, bapak dan ibu berkewajiban mendidik anaknya secara bersama-sama. Untuk kebutuhan anak, maka ayah yang bertanggung jawab memenuhi, sesuai ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sementara ibu sebagai pengasuh utama anak.
“Dalam KHI maupun fiqih, ibu yang paling berhak mengasuh anak setelah perceraian. Semua ulama juga sepakat seperti itu,” ungkap Lailatul.
Calon tidak sependapat jika ada alasan yang menyebutkan karena ibu tidak bekerja, maka hak asuh ada di bapak. Hal itu bertentangan dengan syariat Islam, undang-undang, dan rasa kemanusian sebagai ibu.
Soal poligami juga menjadi pertanyaan panelis. Menurut Lailatul, praktik poligami yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan bahwa hukum membolehkan poligami dengan syarat.
Ada syarat formal dan syarat materil yang bersifat alternatif, seperti istri tidak bisa melahirkan keturunan, tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, atau mengalami cacat yang menghalangi hubungan suami istri.
Namun, ada juga syarat akumulatif yang harus dipenuhi semuanya, yaitu suami memiliki kemampuan bersikap adil, kemampuan finansial, serta adanya surat pernyataan sanggup berlaku adil. Hal paling utama adalah persetujuan dari istri pertama.
“Yang datang ke pengadilan agama untuk minta izin poligami, sebagian besar sudah membawa semua syaratnya. Sementara yang belum masuk ke pengadilan, biasanya belum clear dengan istri pertama, hingga akhirnya nikah siri. Tapi sebagian besar yang masuk ke pengadilan permohonannya tetap dikabulkan, karena memang sudah disiapkan untuk bisa dikabulkan,” pungkasnya. (KY/Noer&Feyza/Festy)