Calon Hakim ad hoc Tipikor di MA Felix Da Lopez: Hakim Tipikor Perlu Menerapkan Metode Penemuan Hukum
Peserta keempat hari kedua Wawancara Terbuka Calon Hakim ad hoc Tipikor di MA adalah Felix Da Lopez

Jakarta (Komisi Yudisial) - Peserta keempat hari kedua Wawancara Terbuka Calon Hakim ad hoc Tipikor di MA adalah Felix Da Lopez, yang merupakan hakim ad hoc tipikor tingkat pertama di Medan. Felix ditanya terkait pemidanaan dan upaya penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Pria kelahiran Ujung Pandang ini memaparkan di hadapan panelis pewawancara apabila aturan yang terdapat dalam suatu UU masih samar-samar normanya dan belum jelas, maka hakim perlu melakukan penemuan hukum dalam konteks tipikor agar perkara yang ditangani dapat diselesaikan. 

“Dalam konteks tipikor, hakim menggunakan metode penemuan hukum interpretasi ekstensif, yaitu memperluas bunyi redaksi dari UU tersebut sehingga perkara yg sedang ditangani dapat diselesaikan,” ujar Felix, Kamis (3/12) di Auditorium KY, Jakarta.

Felix yang telah bergelut menangani perkara di bidang tipikor sejak tahun 2011 ini menjawab objektif ketika ditanya pakar hukum dan negarawan Bagir Manan terkait pengalamannya memutus perkara dan alasannya selaku hakim dalam memutuskan suatu perkara tidak dapat diterima. 

Felix merujuk Peraturan Bersama antara MA dan KY No. 2 Tahun 2012 terkait Pedoman Perilaku dan Kode Etik Perilaku Hakim pasal 7 ayat 3 huruf f, g dan h. “Hakim dilarang memberikan komentar, pendapat maupun kritik terhadap putusan yang sedang berjalan maupun yang sudah pernah diputus,” tutur Felix.

Bagir Manan menggali lebih lanjut dan meminta pendapat Felix terkait imbas dari putusan dari kasus-kasus yang ia pernah tangani sebelumnya: dibebaskan (vrispraak), atau yang dilepaskan (onslaag), dan dinyatakan perkara tidak dapat diterima yang memunculkan paradigma di masyarakat bahwa pengadilan adalah tempat membebaskan koruptor.

Menanggapi hal itu, Felix mengatakan bahwa hakim harus tetap berpikiran positif. Ditegaskannya proses pembuktian di persidangan, apapun yang terjadi hakim berpedoman dan berpatokan dengan ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP, prinsip negatief wettelijk bewijstheorie, yaitu tetap berdasarkan minimal dua alat bukti dan ditambah keyakinan.

“Sepanjang hal tersebut terpenuhi, kami sebagai majelis hakim, memutus pemidanaan, sepanjang itu tidak terpenuhi, kami memutuskan hal lainnya,” urai Felix.

Lebih lanjut Felix menjawab ketika ditanya Farid Wajdi tentang independensi hakim terkait Perma No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan, “secara prinsip hakim mempunyai independensi, tapi mau tidak mau hakim harus memperhatikan ketentuan normatif peraturan yang ada".

Felix menambahkan apabila berhasil terpilih menjadi hakim ad hoc Tipikor di MA, ia akan konsisten menjalankan ketentuan yang tertuang dalam Perma No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan sebagai pedoman dan patokan ke depan sehingga ada konsistensi dari judex jurix terkait penanganan Tipikor. (KY/Yuni/Festy)


Berita Terkait