Masyarakat Adat Titip Harapan ke KY Agar Tidak Didiskriminasi di Pengadilan
Antusias peserta edukasi publik dengan materi Peran Masyarakat Adat dalam Pemantauan Lembaga Peradilan, Kamis (5/10) di Sekolah Adat Osing Pesinauan di Sawah Art Space, Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.

Banyuwangi (Komisi Yudisial) – Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), ada 4,57 juta masyarakat adat hingga Agustus 2023. Setiap masyarakat adat memiliki hukum adatnya sendiri (the living law) yang tidak tertulis dan tidak bisa dituliskan. Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Osing Banyuwangi Wiwin Indiarti mengungkap bahwa tidak ada instrumen untuk memastikan implementasi amanat konstitusi UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18 B ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dalam pengawasan kasus masyarakat adat di pengadilan.

“Praktik hukum adat untuk menyelesaikan masalah tidak diakui dan tidak dihormati,” ungkap Wiwin saat menjadi narasumber dalam edukasi publik dengan materi Peran Masyarakat Adat dalam Pemantauan Lembaga Peradilan, Kamis (5/10) di Sekolah Adat Osing Pesinauan di Sawah Art Space, Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. 

Untuk itu, AMAN memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, pelaksanaan sinkronisasi dan pembukaan akses untuk menjamin kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam praktik sesuai dengan kode etik, sehingga sikap dan perilaku APH bisa terjaga. Kedua, adanya pembuatan instrumen untuk memastikan implementasi amanat UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18 B ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dalam pengawasan kasus masyarakat adat di pengadilan. Ketiga, peningkatan kapasitas APH tentang masyarakat adat dengan menjalin kerja sama antara KY, Mahkamah Agung (MA), AMAN, dan PPMAN. Hal ini dilakukan dengan penyelenggaraan program Sertifikasi Masyarakat Adat untuk hakim.

“KY diharapkan juga melakukan pemantauan kasus-kasus kriminalisasi masyarakat adat, agar KY tidak hanya mengurusi kasus  yang sedang viral saja. Terakhir diharapkan KY dapat membantu merealisasikan putusan peradilan adat agar disahkan melalui pengadilan supaya berkekuatan hukum tetap (inkrah),” harap Wiwin. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait