Bahas Reformasi Hukum, Pimpinan KY Temui Presiden
Pimpinan dan Anggota Komisi Yudisial (KY) bertemu Presiden Joko Widodo, Selasa (1/10) di Istana Kepresidenan, Jakarta. Pertemuan ini guna membahas reformasi hukum, khususnya reformasi peradilan.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Pimpinan dan Anggota Komisi Yudisial (KY) bertemu Presiden Joko Widodo, Selasa (1/10) di Istana Kepresidenan, Jakarta. Pertemuan ini guna membahas reformasi hukum, khususnya reformasi peradilan.
 
Dalam jumpa pers usai pertemuan dengan Presiden, Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari menyatakan reformasi peradilan harus bersifat mendasar dan menyeluruh. Reformasi tidak terbatas oleh ranah eksekutif dan yudikatif, tetapi menyangkut berbagai hal karena di peradilan banyak pihak yang terlibat.
 
"Seperti yang kami sampaikan kepada Presiden, kami berharap agar ke depan peradilan itu menjadi peradilan atau pengadil yang modern. Dalam hal ini, fokus dari Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya adalah pada aspek dan tugas-tugas yudisial, yaitu memeriksa, mengadili dan memutus,” kata Aidul.
 
Aidul menambahkan, dengan demikian tugas-tugas non yudisial yang terkait dengan birokrasi tersebut bisa dikurangi. Aidul menambahkan bahwa ada beberapa hal yang diusulkan dan disampaikan KY ke Presiden. Pertama, KY mengusulkan agar ada re-organisasi atau restrukturisasi organisasi MA.
 
“KY selama ini menilai ada tumpang tindih, terutama terkait dengan dominasi birokrasi di MA yang menyebabkan hakim dan hakim agung tidak memiliki indepedensi atau terkurangi indepedensinya. Dengan adanya hal tersebut menyebabkan praktik mafia peradilan itu menjadi meluas. Terutama dilakukan oleh aparatur pengadilan seperti PNS maupun panitera yang berimbas pada hakim itu sendiri,” jelas Aidul.
 
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ini juga menyarankan adanya peningkatan kesejahteraan hakim dalam bentuk fasilitas rumah atau perumahan bagi hakim. Karena di banyak daerah, keadaan rumah atau perumahan hakim itu tidak layak huni. Padahal di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 disebutkan, salah satu fasilitas hakim itu adalah menempati rumah negara. Dengan memiliki rumah sendiri yang layak, hakim akan terjaga martabatnya di hadapan masyarakat.
 
Ketiga, terkait Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim. Terkait hal ini, KY mengusulkan agar dilibatkan dalam seluruh proses manajemen hakim. Mulai dari rekrutmen, promosi-mutasi, penilaian kinerja, pengawasan, dan pemberhentian. Secara spesifik pengawasan hakim terkait etik diusulkan juga diserahkan ke KY, dengan kewenangan eksekutorial.
 
“Kedudukan KY sebagai lembaga yang mandiri, termasuk akuntabilitas, harusnya termasuk kewenangan eksekutorial,” ujar peraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia ini.
 
Hal terakhir yang dibahas dengan Presiden adalah soal peradilan adat. KY mengusulkan agar diperkuat, karena bisa mengurangi beban peradilan umum dan agama di tingkat pertama, serta mewujudkan kerukunan hukum dalam masyarakat. KY berharap agar ada peraturan khusus terkait peradilan adat ini. (KY/Emry/Festy)

Berita Terkait