Jakarta (Komisi Yudisial) – Kedudukan hakim sebagai pejabat negara telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Saat ini, DPR tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUU JH) yang akan memperjelas status dan kedudukan hakim sebagai pejabat Negara serta konsekuensinya.
 
“Kedudukan hakim sebagai pejabat negara yang diatur dalam UU ASN memang banyak menimbulkan konsekuensi. Namun berdasarkan sistem hukum kita, sebaiknya jenjang karir hakim disamakan dengan PNS,” ujar Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari dalam Seminar Sehari RUU Jabatan Hakim dengan tema “Peningkatan Kualitas Peradilan Melalui Penguatan Profesionalitas Hakim” Rabu (30/11), di Ruang Rapat KK I Gedung Nusantara DPR/MPR RI, Jakarta.
 
Aidul juga mempertanyakan apakah tujuan hakim dijadikan sebagai pejabat Negara. Ia berpendapat apabila terkait kesejahteraan, sebenarnya sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Berada di Bawah Mahkamah Agung (MA).
 
“Pertanyaannya, apa tujuan hakim dijadikan sebagai pejabat negara? Apakah terkait keadilan, kepastian hukum, atau kesejahteraan? Karena jika hanya kesejahteraan semata, sebenarnya sudah ada PP yang mengatur tentang itu. Tinggal pelaksanaannya saja,” ujar Aidul.
 
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ini mengungkapkan, di daerah masih banyak ditemukan perumahan yang tidak layak untuk hakim. Bahkan ada yang rubuh, sehingga hakim terpaksa harus menyewa rumah dan berbaur dengan masyarakat.
 
“Jika sudah demikian, di mana letak mulianya hakim? Maka itu, saat KY melakukan audiensi dengan Presiden, kami mendesak agar tentang perumahan bagi hakim untuk segera direalisasikan segera,” ujar Aidul.
 
Dalam kesempatan yang sama, seminar yang digagas oleh Fraksi Partai Golkar DPR RI ini juga menghadirkan Anggota Ombudsman Ninik Rahayu dan Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Zacky Siradj sebagai narasumber.
 
Anggota Ombudsman Ninik Rahayu memiliki pandangan berbeda tentang sistem hukum yang dianut oleh Indonesia yang menjadi perdebatan tentang kedudukan hakim.
 
“Saya tidak peduli kita menggunakan sistem hukum yang mana, yang penting bagaimana kita memiliki hakim yang independen dan kompeten. Tantangan utama bagi hakim adalah bagaimana trust worthy masyarakat bisa dikembalikan kepada lembaga peradilan,” kata Ninik.
 
Hakim sebagai aktor utama lembaga peradilan memegang peranan penting dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Oleh karena itu, sudah seharusnya proses rekrutmen, pembinaan, pemenuhan hak dan kewajiban antara hakim di MA maupun non MA harus disamakan. Untuk itu, ia berharap proses rekrutmen dan pengawasan dari eksternal MA harus dilibatkan.
 
“Bagi saya, hakim harusnya memegang palu saja. Hakim seharusnya fokus melakukan tugasnya untuk menerima, memeriksa, dan mengadili perkara saja. Tidak usah lagi harus mengurus manajemen ataupun melakukan hal yang membuatnya tidak bisa bersidang. Kalau sudah tidak memegang palu lagi, berarti seharusnya yang bersangkutan sudah bukan hakim lagi,” tegas Ninik. (KY/Noer/Festy)
 

 


Berita Terkait