Akuntabilitas Pengelolaan Manajemen Hakim Perlu Perbaikan
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi dalam Seminar dan Lokakarya Nasional dengan tema Prospek Profesi Hakim dan Tantangan Kompetensi Lulusan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam di Indonesia

Ciputat (Komisi Yudisial) - Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUU JH) yang sedang dalam pembahasan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) di sisi pemerintah memerlukan perhatian berbagai pihak. Komisi Yudisial (KY) memberikan perhatian besar dalam manajemen pengelolaan hakim.
 
Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi dalam Seminar dan Lokakarya Nasional dengan tema Prospek Profesi Hakim dan Tantangan Kompetensi Lulusan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam di Indonesia: Respon atas RUU tentang Jabatan Hakim dan Permenag tentang Bidang Ilmu dan Gelar Akademik di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Ciputat Tangerang Selatan, Senin, (20/02).
 
Terkait isu satu atap, memang ada perbedaan cara pandang KY dan Mahkamah Agung (MA). Dengan satu atap ada beberapa persoalan yang terjadi, seperti kekhawatiran adanya monopoli kekuasaan dan penyalahgunaan kekuasaan karena rendahnya kontrol.
 
"Kekhawatiran fungsi checks and balances dapat berkurang dengan MA akan menangani seluruh aspek manajemen pengadilan sehingga bisa memunculkan eksklusivisme," ujar Farid.
 
Dalam perspektif KY, seluruh bentuk pengelolaan hakim, KY menawarkan konsep shared responsibility, di mana ada pembagian tanggung jawab bersama pada beberapa lembaga.
 
"Banyak contoh negara yang telah menjalankan konsep shared responsibility, KY lebih menekankan pada manajemen pengelolaan hakim," jelas Juru Bicara KY ini.
 
Farid menegaskan, urgensi keterlibatan KY dalam RUU JH adalah mendorong akuntabilitas dalam pengelolaan manajemen hakim yang perlu perbaikan-perbaikan.
 
"Akuntabiltas dalam manajemen hakim adalah suatu keharusan. Mesti dilakukan perbaikan-perbaikan," tegas pria kelahiran Silaping ini.
 
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mengatakan, di kalangan DPR juga masih ada perdebatan terkait RUU ini.
 
"Walaupun ini RUU dari DPR, selain DIM dari pemerintah juga akan ada DIM dari DPR," ucap Arsul.
 
Terkait konsep shared responsibility, Arsul berpendapat, soal pengadilan, kesepakatan bernegara dalam UUD pasal 24 b, ada pengawasan lain, di situ ada KY sehingga konsep satu atap tidak relevan lagi.
 
"Konsep shared responsibility banyak disampaikan oleh elemen masyarakat, asal tidak melanggar asas-asas kekuasaan kehakiman yang merdeka," ujar Arsul.
 
Sementara itu, Juru Bicara MA Suhadi tidak sependapat dengan tawaran konsep shared responsibility, hakim melalui IKAHI tidak setuju dengan konsep tersebut.
 
"Perjuangan dari IKAHI sampai saat ini adalah satu atap, tidak boleh diambil oleh lembaga lainnya," ucap Suhadi.
 
Suhadi mengatakan, ada keresahan dari kalangan hakim dengan adanya pengurangan umur pensiun hakim.
 
"Dengan ada pengurangan masa pensiun 5 tahun, sangat meresahkan hakim," ujar Suhadi. (KY/Jaya/Festy)

Berita Terkait