Etika sebagai Landasan Jati Diri Bangsa
Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY) Sumartoyo menjadi narasumber hari kedua workshop Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim dalam Perspektif Etika dan Hukum, Kamis (20/7).

Palembang (Komisi Yudisial) - Etika merupakan elemen  penting sebagai penyokong penegakan hukum di Indonesia. Bahkan, etika sudah semestinya dijadikan landasan jati diri bangsa.
 
Hal itu disampaikan Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY) Sumartoyo saat menjadi narasumber hari kedua workshop Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim dalam Perspektif Etika dan Hukum, Kamis (20/7) di Hotel Emilia Palembang.
 
“Etika telah dikenal sejak zaman filsuf Yunani Aristoteles. Di Indonesia, saat ini penegakan etika tengah digagas untuk menguatkan penegakan hukum. Namun penting untuk dipahami, etika juga berangkat dari dogma-dogma agama, sehingga untuk menegakkan hukum penting untuk memahami dogma-dogma agama sebagai dasar dari etika yang menjadi landasan jati diri kita," urai Sumartoyo di hadapan peserta yang berasal dari berasal dari unsur akademisi, LSM/NGO, dan wartawan.
 
Dalam konteks menjaga kehormatan hakim dan pengadilan, lanjutnya, penting masyarakat juga memiliki etika dan menaati peraturan, sehingga perbuatan merendahkan kehormatan hakim dan pengadilan dapat dihindari.
 
“Teknologi informasi mengubah gaya hidup masyarakat terutama dalam bersosial media. Namun hal yang perlu untuk dipahami adalah masyarakat perlu tahu bahwa proses peradilan wajib untuk dihormati, sehingga hal-hal yang dapat mengintervensi putusan hakim dapat dihindari," ucap Sumartoyo.
 
Menanggapi hal tersebut, Dekan Universitas Sriwijaya Febrian menjelaskan, kesadaran merupakan hal yang sulit untuk dilakukan oleh masyarakat.
 
“Menumbukan kesadaran masyarakat itu sulit dan luar biasa untuk dapat mengubah perilaku masyarakat. Misalkan saja komentar-komentar yang dapat mengganggu proses peradilan di sosial media apabila menyerang atau mengintervensi hakim. Alih-alih hal itu terjadi karena kebebasan berekspresi karena negara kita ini demokrasi, tentu setiap individu bebas berpendapat," ungkap Febrian.
 
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Palembang Ibrahim menyoroti etika dan kode etik profesi. Hal itu penting dijaga bukan hanya pihak luar saja, tetapi yang lebih penting dari faktor internal.
 
“Yang lebih penting dalam menjaga etika dan kode etik profesi adalah dari diri hakimnya sendiri. Karena hal itu juga sama yang dilakukan oleh kami sebagai jurnalis. Kami sangat menentang berita hoax karena melanggar etik profesi. Namun tetap saja masih ada oknum yang mengabarkan berita hoax," pungkas Ibrahim. (KY/Adnan/Festy)

Berita Terkait