Etika Profesi Penegak Hukum Penting Diperkenalkan Sejak Dini
Diskusi dan Bedah Buku "Etika dan Budaya Hukum dalam Peradilan" di Ruang Sidang FH UII, Yogyakarta, Kamis (5/10).

.Yogyakarta (Komisi Yudisial) - Etika profesi untuk penegak hukum semestinya diperkenalkan sebelum mereka menyandang profesi tersebut. Pengenalan sejak dini ini diharapkan mampu mencegah penegak hukum melanggar kode etik profesi.

 
"Pengenalan etika profesi sejak dini merupakan upaya  menegakkan etika bagi penegak hukum. Penegakan etika juga harus diwujudkan dengan akuntabilitas peradilan," ucap Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta Suparman Marzuki saat menjadi narasumber dalam Diskusi dan Bedah Buku "Etika dan Budaya Hukum dalam Peradilan" di Ruang Sidang FH UII, Yogyakarta, Kamis (5/10).
 
Menurutnya, akuntabiltas peradilan mencakup rekrutmen hakim, promosi dan mutasi hakim, administrasi perkara, proses peradilan, akses putusan dan lainnya. KY memegang peranan strategis mewujudkan hal itu dengan dua wewenang utamanya sebagai kekuatan potensial. Undang-undang mengamanatkan KY untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
 
"Tantangan KY adalah menerjemahkan dan mewujudkan kekuatan potensial itu menjadi kekuatan aktual sehingga KY bisa menjadi bagian untuk memperbaiki akuntabilitas peradilan," tegas Anggota KY Periode 2010-2015.
 
Salah satu gagasan yang ditawarkan Suparman adalah melakukan amendemen UUD 1945 untuk memperkuat kewenangan KY. Ia juga mengingatkan pentingnya KY membangun sinergi dengan elemen masyarakat, seperti perguruan tinggi, LSM, pers dan lembaga lainnya.
 
Senada dengan Suparman, Peneliti Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada Hifdzil Alim menegaskan pentingnya masyarakat untuk melakukan kontrol atas penyelenggara negara. Para aparat penegak hukum harus bekerja dengan prinsip etika yang diiringi kejujuran, bertanggung jawab, transparansi dan kehati-hatian.
 
"Untuk meningkatkan profesionalitas, pelanggaran etika tidak tepat apabila diberi sanksi pidana, karena seharusnya adalah sanksi malu," saran Hifdzil.
 
Dosen FH Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Mukti Fajar Nur Dewata menekankan pentingnya membangun moral dalam setiap individu, terlebih penegak hukum. Mukti Fajar mencontohkan, hakim yang memiliki profesi mulia diharuskan menjaga martabat dan perilakunya tanpa mencederai nilai moral.
 
"Moralitas hakim perlu dijaga dengan membuat suasana yang kondusif di lingkungan kerja. Untuk menjaga moralitas tersebut, maka tepat ada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sebagai pedoman berperilaku," pungkasnya. (KY/Festy/Jaya)

Berita Terkait