Bijak Bermedsos: "Jangan Sampai Jempol Bertindak Lebih Cepat dari Otak"
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi saat menjadi narasumber dalam sesi kedua kegiatan Sinergitas KY dan MA "Penerapan KEPPH dalam Bermedia Sosial" di Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin.

Banjarmasin (Komisi Yudisial) - Penggunaan media sosial menjadi sarana untuk mewujudkan kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi. Namun, kebebasan itu tidak pernah sebebas-bebasnya karena harus dibarengi etika. Jangan mengunggah sesuatu yang berpotensi merugikan diri sendiri, institusi atau profesi di media sosial.
 
Hal itu disampaikan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi saat menjadi narasumber dalam sesi kedua kegiatan Sinergitas KY dan MA bertema "Penerapan KEPPH dalam Bermedia Sosial" di Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (26/10).
 
"Jangan sampai jempol bertindak lebih cepat dari otak," ujar Farid yang memaparkan Fungsi Pengawasan Hakim dalam Berinteraksi di Media Sosial.
 
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini melanjutkan, sesuatu yang tidak pantas ditampilkan offline, maka jangan pula ditampilkan di online. Ia menambahkan rambu-rambu bagi seorang hakim dalam berinteraksi di media sosial, yaitu berpikirlah sebelum memposting sesuatu di media sosial.
 
"Jangan berkeluh kesah mengenai kebijakan lembaga, profesi dan fasilitas profesi. Jangan pula menyampaikan keluhan atau kritik melalui media sosial yang memiliki risiko tinggi bagi lembaga, institusi atau profesi," tegas Juru Bicara KY ini.
 
Oleh karena itu, menurut Farid, sangat penting untuk mengingatkan kepada semua pihak, khususnya para hakim  untuk tidak menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menebarkan sikap permusuhan, kebencian, bahkan pencemaran nama baik. 
 
"Media sosial harus ditempatkan sebagai  sarana yang bermanfaat, inspiratif, berisi pesan damai dan syukur," pungkas Farid. (KY/Festy/Jaya)

Berita Terkait