KY Terus Perjuangkan Fasilitas Hakim sebagai Pejabat Negara
Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Komis Yudisial (KY) Joko Sasmito saat Konsolidasi Kelembagaan KY, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Rangka Sinergisitas untuk Mewujudkan Peradilan Bersih di Pengadilan

Bali (Komisi Yudisial) - Jenis sanksi terbanyak yang direkomendasikan KY adalah sanksi ringan karena kesalahan ketik (typo error). Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Komis Yudisial (KY) Joko Sasmito mengingatkan pentingnya ketelitian dalam membuat putusan. Ia memberi contoh misalnya, kesalahan ketik soal jumlah atau jenis barang bukti, jumlah saksi yang dipanggil.
 
Joko juga menyoroti pentingnya kesejahteraan bagi para Hakim. 
 
Hal itu karena belum sepenuhnya para hakim mendapatkan berbagai fasilitas sebagai pejabat negara.
 
"Supaya hakim tidak melanggar, maka perlu juga adanya peningkatan kesejahteraan para hakim. Namun  hakim pada tingkat pertama dan banding belum mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan yang memadai, perumahan, kendaraan, serta pengamanan," jelas Joko saat memberikan sambutan di hadapan para peserta Konsolidasi Kelembagaan KY, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Rangka Sinergisitas untuk Mewujudkan Peradilan Bersih di Pengadilan Tinggi Bali, Kamis (25/10).
 
Menurutnya, saat ini KY sedang melakukan penjajakan kerjasama dengan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan menyangkut kesehatan, kepolisian menyangkut pengamanan, serta dengan Bappenas Dan Kementerian Keuangan menyangkut pengadaan perumahan dan kendaraan dinas bagi para hakim.
 
Joko melanjutkan, bagi hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan dijatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian maka diajukan ke Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
 
"Sidang MKH bersifat terbuka untuk umum, kecuali untuk kasus asusila dan anak," jelas Joko.
 
Hal senada disampaikan Plt. Sekretaris Jenderal KY Ronny D. Tulak. Menurutnya, maraknya pelanggaran kode etik, termasuk hakim yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, sebenarnya dapat dicegah. Ia menegaskan pentingnya kakim untuk memproteksi diri dari pengaruh sosial yang negatif dari lingkungan sekitar hakim.
 
"Selain itu, penting pula untuk membentengi diri hakim itu sendiri dari lingkungan internal/keluarganya yang dapat mengintervensi proses pemutusan perkara oleh hakim tersebut," pungkasnya. 
 
Sebagai tambahan Informasi, acara ini menghadirkan narasumber, di antaranya Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim KY KMS. A. Roni, Ketua Pengadilan Tinggi Bali I Ketut Gede dan Nanang Farid Syam mewakili KPK. (KY/Agus/Festy)

Berita Terkait