Perguruan Tinggi Diperlukan Untuk Cegah  Contempt of Court
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak dalam Webinar Advokasi Hakim yang mengambil tema “Pentingnya Pendidikan Etika Profesi Hukum di Perguruan Tinggi sebagai Upaya Meminimalisir Peristiwa Contempt of Court”, yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial (KY)

Jakarta (Komisi Yudisial) – “Ada dua upaya untuk mencegah terjadinya contempt of court (CoC). Pertama dengan melibatkan perguruan tinggi untuk mencegah. Kedua adalah penindakan terhadap pelaku.”
 
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak dalam  Webinar Advokasi Hakim yang mengambil tema “Pentingnya Pendidikan Etika Profesi Hukum di Perguruan Tinggi sebagai Upaya Meminimalisir Peristiwa Contempt of Court”, yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial (KY)
 
CoC menurut Black’s Law Dictionary adalah segala tindakan yang diperhitungkan untuk mempermalukan, menghalangi, atau menghalangi pengadilan dalam penyelenggaraan peradilan, atau yang diperhitungkan untuk mengurangi martabatnya. Perguruan tinggi khususnya fakultas hukum sebagai lembaga yang memproduksi calon penegak hukum, perlu memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang kode etik profesi hukum sejak perkuliahan.
 
“Tujuannya adalah saat para mahasiswa kemudian mengemban profesi hukum, maka mereka akan bertugas dengan perilaku yang menjunjung tinggi kode etik masing-masing. Hal ini juga salah satunya untuk mencegah terjadinya praktik CoC,” ujar Barita.
 
Sama seperti hakim, jaksa juga memiliki Kode Perilaku Jaksa, berdasarkan pada Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa.  Merupakan serangkaian norma penjabaran dari Kode Etik Jaksa, sebagai pedoman keutamaan mengatur perilaku Jaksa baik dalam menjalankan tugas profesinya, menjaga kehormatan dan martabat profesinya, maupun dalam melakukan hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan.
 
Fungsinya sebagai pedoman untuk mengatur perilaku Jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya. Mencakup kewajiban, larangan, dan tindakan administratif. Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa dapat dikenakan tindakan administratif. Dikenakan pada perbuatan tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang.
 
“Sanksinya berupa pembebasan dari tugas jaksa, minimal tiga bulan dan maksimum satu tahun. Selama masa menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian. Selain itu dikenakan pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain,” pungkas Barita. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait