Koordinasi Pengadilan dan Kepolisian Penting Cegah Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Semarang Pramodana Kumara Kusumah Atmadja saat menjadi pembicara pada Diskusi dengan aparat penegak hukum dalam Upaya Pencegahan Perbuatan Anarkis di Persidangan dan Pengadilan, Kamis (30/9) di Semarang.

Semarang (Komisi Yudisial) - Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Semarang Pramodana Kumara Kusumah Atmadja menyampaikan bahwa wibawa dan martabat peradilan adalah cerminan moral suatu masyarakat. Untuk itu, seharusnya bukan saja dijaga oleh badan peradilan, tetapi selayaknya dijaga bersama oleh aparat penegak hukum, pihak berperkara, dan masyarakat umum yang punya andil dalam menjaga kehormatan lembaga peradilan. Salah satunya adalah dengan mematuhi tata tertib umum di pengadilan dan persidangan.

 

“Salah satu faktor penyebab internal terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan hakim adalah perilaku unprofessional conduct. Hal tersebut dapat dicegah dengan keberadaan hakim dan aparat pengadilan yang berintegritas, berjalannya fungsi pengawasan, dan sistem pembinaan. Serta perlu adanya peningkatan profesionalisme dan integritas aparatur penegak hukum,” ungkap Kumara.

 

Sementara itu, upaya mencegah perbuatan merendahkan kehormatan hakim dari eksternal yaitu dilakukannya kerja sama antara pengadilan dengan kepolisian dalam hal pengamanan persidangan serta pengawalan tahanan dari rutan ke pengadilan dan sebaliknya. Di semua daerah, kerja sama itu sudah dilakukan, tetapi yang belum ada adalah bentuk pengaturan pengamanan di ruang sidang. Sampai saat ini, belum terlihat satu perangkat hukum yang bisa dijadikan sebagai pegangan bagaimana sistem pengamanan yang baku di ruang sidang.

 

“Sebagai langkah pencegahan, penting bagi majelis hakim untuk melakukan koordinasi yang baik dan meminta bantuan pengamanan kepada pihak kepolisian. Jika dinilai perkara yang disidangkan adalah kasus besar yang menarik perhatian dan berpotensi mengundang massa dalam jumlah yang besar, maka perlu diambil langkah antisipasi terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan hakim,” ujar Kumara.

 

Keberadaan PERMA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan, sebagai norma yang mengatur penindakan terhadap  perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau  ucapan yang dapat merendahkan  dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan  peradilan, seharusnya disosialisasikan keberlakuannya kepada masyarakat luas, dan juga khususnya pihak-pihak yang berperkara di pengadilan. Namun, upaya terwujudnya aturan baku dan keberlakuan norma dan sanksi untuk perbuatan merendahkan kehormatan hakim tetap harus didorong dalam bentuk undang-undang dan diwujudkan setidaknya dengan segera masuk dalam prioritas pembahasan di dalam PROLEGNAS mendatang.

 

Salah satu hal baru yang termuat di dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2020 yang mesti diapresiasi menurut Kumara, adalah sistem alarm/sirine. Karena sistem ini mampu mendeteksi keadaan darurat, sehingga petugas keamanan dapat melakukan respon dan tindakan yang  diperlukan. Jika terjadi pengrusakan kantor pengadilan oleh massa yang menyebabkan sarana/prasarana rusak atau situasi lain yang membuat hakim dan aparatur peradilan merasa terancam keselamatannya, maka dengan sistem alarm ini dapat diatur evakuasi dan akses cepat bantuan keamanan dari pihak kepolisian.

 

“Di sini, selain ketentuan yang mengatur protokol keamanan, juga diperlukan koordinasi dan kesepahaman yang baik dengan aparat kepolisian setempat untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan melindungi hakim dari perbuatan merendahkan kehormatan hakim,” jelas Kumara. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait