CHA Prim Haryadi: Hukuman Mati Masih Dimungkinkan untuk Kasus Narkotika dan Korupsi
Calon hakim agung (CHA) kelima di hari kedua yang mendapat kesempatan untuk diwawancara adalah Direktur Jenderal Peradilan Umum Prim Haryadi.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon hakim agung (CHA) kelima di hari kedua  yang mendapat kesempatan untuk diwawancara adalah Direktur Jenderal Peradilan Umum Prim Haryadi. Calon ditanya pandangannya tentang hukuman mati. Prim menjawab bahwa pidana mati masih dimungkinkan untuk dilaksanakan terhadap perkara-perkara pidana dengan kondisi tertentu.

 

"Berkaitan hukuman mati, negara kita masih membutuhkan hukuman mati untuk perkara-perkara tertentu. Saya contohkan dalam perkara narkotika yang berdampak luas karena akan banyak anak bangsa menjadi korban. Oleh karena itu, untuk tindak pidana seperti ini, saya pikir pidana mati masih diperlukan," ujar Prim dalam wawancara terbuka, Rabu (3/8) di Auditorium KY, Jakarta.

 

Prim juga berpendapat bahwa pidana mati juga masih dimungkinkan untuk dilakukan terhadap kasus korupsi. Kemudian ia kembali ditanya bagaimana pandangannya terhadap kasus korupsi bansos yang menjerat Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, "Apakah bisa diterapkan hukuman mati?," tanya Anggota KY Amzulian Rifai.

 

Prim berpendapat bahwa Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan pedoman pemidanaan di Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor sehingga majelis hakim sebaiknya menggunakan pedoman itu.

 

"Tinggal nanti menerapkan berapa jumlah kerugian negara, bagaimana peran pelaku, dan seberapa jauh akibat dari kasus korupsi ini. Namun, karena perkara ini belum inkracht, ya jadi saya tidak bisa komentar lebih jauh," jelasnya.

 

Calon kembali ditanya pendapatnya apabila hukuman mati ini dimungkinkan diterapkan meski ada pro kontra di dunia internasional. 

 

"Kita ini negara berdaulat, sepanjang bisa membuat pertimbangan hukum dengan baik dan diterima masyarakat secara luas, maka pidana mati masih bisa diterapkan.

Apalagi MA telah mengeluarkan pedoman sehingga hal itu dimungkinkan untuk diterapkan," pungkas Prim. 

 

Dalam kesempatan itu, Prim juga ditanya kondisi yang mengharuskan seorang hakim untuk mengundurkan diri dari persidangan. Prim menjawab hakim diharuskan mengundurkan diri apabila hubungan sedarah dengan terdakwa atau jaksa penuntut umum di kasus pidana. Selain itu, calon juga menjawab hakim diharuskan mengundurkan diri apabila berpotensi adanya conflict of interest. Hal itu diatur dalam UU Pokok Kekuasan Kehakiman, UU Mahkamah Agung dan KUHAP, sehingga wajib bagi seorang hakim untuk mengundurkan diri dari persidangan. (KY/Festy)CHA Prim Haryadi: Hukuman Mati Masih Dimungkinkan untuk Kasus Narkotika dan Korupsi 

 

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon hakim agung (CHA) keempat di hari kedua  yang mendapat kesempatan untuk diwawancara adalah Direktur Jenderal Peradilan Umum Prim Haryadi. Calon ditanya pandangannya tentang hukuman mati. Prim menjawab bahwa pidana mati masih dimungkinkan untuk dilaksanakan terhadap perkara-perkara pidana dengan kondisi tertentu.

 

"Berkaitan hukuman mati, negara kita masih membutuhkan hukuman mati untuk perkara-perkara tertentu. Saya contohkan dalam perkara narkotika yang berdampak luas karena akan banyak anak bangsa menjadi korban. Oleh karena itu, untuk tindak pidana seperti ini, saya pikir pidana mati masih diperlukan," ujar Prim dalam wawancara terbuka, Rabu (3/8) di Auditorium KY, Jakarta.

 

Prim juga berpendapat bahwa pidana mati juga masih dimungkinkan untuk dilakukan terhadap kasus korupsi. Kemudian ia kembali ditanya bagaimana pandangannya terhadap kasus korupsi bansos yang menjerat Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, "Apakah bisa diterapkan hukuman mati?," tanya Anggota KY Amzulian Rifai.

 

Prim berpendapat bahwa Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan pedoman pemidanaan di Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor sehingga majelis hakim sebaiknya menggunakan pedoman itu.

 

"Tinggal nanti menerapkan berapa jumlah kerugian negara, bagaimana peran pelaku, dan seberapa jauh akibat dari kasus korupsi ini. Namun, karena perkara ini belum inkracht, ya jadi saya tidak bisa komentar lebih jauh," jelasnya.

 

Calon kembali ditanya pendapatnya apabila hukuman mati ini dimungkinkan diterapkan meski ada pro kontra di dunia internasional. 

 

"Kita ini negara berdaulat, sepanjang bisa membuat pertimbangan hukum dengan baik dan diterima masyarakat secara luas, maka pidana mati masih bisa diterapkan.

Apalagi MA telah mengeluarkan pedoman sehingga hal itu dimungkinkan untuk diterapkan," pungkas Prim. 

 

Dalam kesempatan itu, Prim juga ditanya kondisi yang mengharuskan seorang hakim untuk mengundurkan diri dari persidangan. Prim menjawab hakim diharuskan mengundurkan diri apabila hubungan sedarah dengan terdakwa atau jaksa penuntut umum di kasus pidana. Selain itu, calon juga menjawab hakim diharuskan mengundurkan diri apabila berpotensi adanya conflict of interest. Hal itu diatur dalam UU Pokok Kekuasan Kehakiman, UU Mahkamah Agung dan KUHAP, sehingga wajib bagi seorang hakim untuk mengundurkan diri dari persidangan. (KY/Festy)


Berita Terkait