KY Dorong Perbaikan Kualitas Pelayanan Publik di Pengadilan
Anggota Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi menjadi salah satu narasumber dalam Sarasehan Internasional Pembaru Peradilan dengan tema “Meningkatkan Kepercayaan Publik Melalui Penguatan Integritas Peradilan”.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Anggota Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi menjadi salah satu narasumber dalam Sarasehan Internasional Pembaru Peradilan dengan tema “Meningkatkan Kepercayaan Publik Melalui Penguatan Integritas Peradilan”. Sarasehan dilaksanakan oleh Transparency Intenational Indonesia bekerja sama dengan Hukum Online, yang didukung oleh Australia Indonesia Partnership for Justice 2 dan European Union. Sarasehan secara virtual pada Selasa (31/05) ini diikuti oleh puluhan peserta yang terdiri dari perwakilan pemerintahan, akademisi hukum, praktisi hukum, media, dan NGO atau LSM.

 

Dalam kesempatan tersebut, Kadafi menjabarkan langkah-langkah yang telah ditempuh oleh KY untuk meningkatkan kepercyaan publik kepada peradilan. Untuk merespon persepsi negatif tentang integritas, KY lewat kewenangannya melakukan pengawasan hakim. Kemudiaan untuk merespon persepsi negatif tentang integritas dan inkonsistensi putusan, KY menjalankan kewenangan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA, dengan melakukan penelitian terhadap rekam jejak CHA. Lalu melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap CHA secara terbuka dan partisipatif. Bahkan dalam proses wawancara publik bisa berpartisipasi memberikan pertanyaan secara langsung kepada CHA. Selain itu, KY melakukan peningkatan kapasitas hakim dengan menyelenggarakan pelatihan eksplorasi KEPPH berbasiskan studi kasus, pelatihan tematik, dan analisis putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam rangka rekomendasi mutasi hakim.

 

“Untuk merespon persepsi negatif tentang kualitas pelayanan publik di pengadilan, KY menjalankan kewenangannya dengan mendorong dilakukannya perbaikan. Mengingat keluhan terhadap layanan adalah penyebab utama terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim (PMKH), di mana KY berwenang untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan,” beber Kadafi.

 

Kewenangan tersebut tidak berjalan secara mulus seperti harapan. Masih ada tantangan yang dihadapi KY, selain dukungan politik hukum yang kurang kuat (anggaran, kewenangan, dan lain-lain), perlindungan berupa imunitas yang terukur juga belum memadai. Misalnya berbagai judicial review di MK maupun di MA yang menggerus kewenangan KY, beberapa insiden kriminalisasi terhadap Anggota KY, anggaran dan tunjangan kinerja yang belum memadai, dan dukungan lembaga (pembentukan Kedeputian, dan lain-lain) yang belum didapat.

 

“Penting untuk mengkomunikasikan dialektika dan dinamika ini kepada publik. Seperti pepatah, "justice must not only be done, but must be seen to be done"," terang Kadafi.

 

Untuk itu, sekarang selalu menjadi waktu yang tepat bagi MA dan KY untuk meningkatkan kepercayaan publik dengan menyikapi, dan pada akhirnya menekan persepsi negatif terhadap pengadilan melalui implementasi solusi konkret.

 

“Meski banyak hal sudah dilakukan, namun perlu lebih dilembagakan dengan melibatkan mitra, baik dari negara maupun masyarakat sipil,” pungkas Kadafi. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait