Jakarta (Komisi Yudisial) – Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Komisi Yudisial (KY) Siti Nurdjanah mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung (MA) membutuhkan hakim agung dan hakim ad hoc HAM di MA yang kompeten, mampu dan memiliki kesiapan untuk menyelesaikan perkara tingkat MA sesuai dengan mekanisme yang ada di MA.
“Saat ini proses penanganan perkara di MA telah menerapkan digitalisasi. Untuk itu, proses seleksi yang dilaksanakan oleh KY tentunya dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan MA tersebut,” beber Nurdjanah dalam Sosialisasi dan Penjaringan Calon Hakim Agung (CHA) dan ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) Tahun 2022/2023 yang dilaksanakan secara daring.
Pada tahun ini, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial telah secara resmi mengirimkan surat tentang pengisian kekosongan CHA dan calon hakim ad hoc pada MA. Dalam surat tersebut MA menyampaikan kebutuhan atas 1 orang di kamar Perdata, 7 orang di kamar Pidana, 1 orang di kamar Tata Usaha Negara, 1 orang di kamar Tata Usaha Negara, khusus pajak, dan 1 orang di kamar Agama, serta 3 orang hakim ad hoc HAM di MA.
“Urgensi dibukanya seleksi hakim ad hoc HAM, karena MA mengantisipasi perkara HAM yang masuk ke MA. Sudah ada perkara HAM yang masuk di tingkat pertama, dan mungkin sudah banding juga. Tidak mungkin MA tidak bersidang, sedangkan syarat majelis hakim di UU Pengadilan HAM harus hakim karier dan hakim ad hoc,” jawab Nurdjanah atas pertanyaan alasan dibukanya rekrutmen hakim ad hoc HAM di MA.
Nurdjanah juga menjelaskan persyaratan dan proses rekrutmen CHA dan calon hakim ad hoc di MA. Tidak lupa mengimbau, untuk persiapkan diri dengan baik. Pernah pengalaman ada CHA tidak bisa mengikuti tes karena sakit di hari H tes. Di tahap seleksi memang ada banyak tes, sehingga bisa dibilang proses seleksi ini melelahkan. Di seleksi kesehatan dilakukan medical check secara lengkap, berbeda dengan di tahap administrasi yang cukup surat keterangan sehat dari Puskesmas. Rekam jejak sangat penting, terkait integritas yang penting bagi hakim agung. Ada tes lain seperti kepribadian, untuk mengukur apakah CHA mengikuti seleksi untuk menjadi hakim agung atau job seeker.
“Sebelum fit and proper test, KY sudah berhubungan, semacam rapat dengar pendapa dengan DPR. Semua calon dipaparkan, juga dijelaskan kebutuhan mendesak untuk hakim agung. Tetapi kita tidak bisa intervensi, karena itu hak lembaga lain. Namun KY dan DPR pasti mengadakan pertemuan,” pungkas Nurdjanah. (KY/Noer/Festy)