CHA Annas Mustaqim: UU Dapat Dikesampingkan Apabila Bertentangan dengan Nilai Keadilan
Peserta kedua dari Kamar Pidana yang mengikuti seleksi wawancara calon hakim agung adalah Hakim Tinggi Pengawas pada Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) Annas Mustaqim.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Peserta kedua dari Kamar Pidana yang mengikuti seleksi wawancara calon hakim agung adalah Hakim Tinggi Pengawas pada Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) Annas Mustaqim.

Ditanya mengenai sejauh mana ukuran independensi hakim ketika mengadili, Annas menjawab lugas bahwa independensi bukan berarti menjalankan tugas dengan sebebas-bebasnya. Undang-undang (UU) menjadi rambu-rambu untuk menjalankan independensi dalam bertugas, baik hukum acara hingga hukum materiil.

"Sumber utama hakim dalam mengadili perkara adalah undang-undang. Apabila undang-undang kurang jelas, maka bisa ditafsirkan oleh hakim sehingga hakim tidak hanya sebatas penerap saja," tutur Annas dalam wawancara calon hakim agung, Selasa (31/1) di Auditorium KY, Jakarta. 

Meski tegas menyampaikan bahwa UU menjadi sumber hukum utama sebagai acuan hakim, Annas berpendapat bahwa di samping itu ada sumber yang lebih tinggi dari UU, yaitu keadilan. Pada situasi tertentu, UU dapat dikesampingkan apabila bertentangan dengan nilai keadilan.

Mengenai peran sumber hukum lain sebagai acuan hakim seperti yuriprudensi, Annas menjelaskan bahwa sekalipun yuriprudensi itu berasal dari MA, tetapi  tidak wajib diikuti. Hal ini karena di Indonesia sendiri menganut Civil Law yang menjadikan UU sebagai sumber utama. 

"Hakim dalam memutus juga tidak boleh mencontoh persis putusan yang ada di yurisprudensi, tetapi pertimbangan hukumnya bisa diterapkan," ungkap Annas.

Beralih pada topik penting mengenai integritas, panelis mempertanyakan  integritas calon apabila dihadapkan pada godaan. Annas mantap menjawab bahwa niat adalah modal utama mempertahankan integritas.

"Kalau ada yang memengaruhi saya dengan jalur apapun, baik aparatur pengadilan sendiri ataupun rekan, maka akan saya laporkan kepada pimpinan agar diambil tindakan," tegas Annas.

Annas menambahkan, selama perjalanan kariernya, godaan yang menggoyahkan integritas kerap terjadi mulai dari tekanan hingga ancaman dari berbagai kalangan. Namun, ia yakin apapun bentuk tekanannya, keputusan untuk memberi putusan yang adil adalah mutlak ada di tangan seorang hakim. (KY/Halima/Festy)


Berita Terkait