CH ad hoc Lafat Akbar: Berganti Jenis Kelamin adalah HAM
Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) ketiga yang diwawancara pada Kamis (02/02) adalah mantan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Lafat Akbar.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) ketiga yang diwawancara pada Kamis (02/02) adalah mantan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Lafat Akbar. Menyebrang dari keahlian calon yang sebelumnya sebagai hakim ad hoc Tipikor, panelis banyak menggali problematika perkara HAM seusai dengan kebutuhan untuk mengisi kekosongan di MA.

Ditanya mengenai sikap calon dalam menanggapi fenomena transgender yang mengajukan perubahan kelamin secara hukum, calon berpendapat bahwa memilih jenis kelamin adalah bagian dari HAM.

"Jika kebebasan untuk berganti jenis kelamin itu dibenarkan oleh undang-undang, saya akan mengabulkannya.

Berdasarkan hukum, orang boleh menentukan untuk berkehendak dalam memilih jalan hidupnya sendiri, saya kira itu boleh," tutur Lafat.

Mewakili negarawan untuk menguji calon, Ketua MA Periode 2001-2008 Bagir Manan bertanya mengenai polemik putusan perkara HAM Berat yang belum memberikan pemulihan yang baik bagi keluarga korban. Untuk permasalahan tersebut, calon menawarkan beberapa pendekatan yang perlu disertakan, baik melalui pendekatan sosiologis maupun psikologis.

"Pendekatan keluarga mungkin bisa dilakukan. Selama ini murni penegakan hukum saja, melupakan keluarga korban, korban punya anak. Misalnya, tokoh masyarakat setempat dan tokoh agama juga bisa memberi pengertian kepada mereka, sehingga kalau  didekati dan diayomi mereka akan dapat menerima," jelas Lafat.

Masih dicecar mengenai HAM, calon ditanya keberaniannya untuk inisiatif mengambil jalan penyelesaian HAM berat melalui konsiliasi, mediasi, ataupun arbitrase sebagai bentuk win-win solution demi kepentingan keluarga korban, meskipun aturan hukumnya belum ada. Meski calon menyatakan diri hanya akan berpegang pada aturan hukum yang berlaku, calon tetap membuka kemungkinan untuk menerapkan inisiatif penyelesaian tersebut.

"Saya kira, apabila kita menganut sistem kemanusiaan, apa yang tidak bisa. Di  Pancasila, kemanusiaan pun ada.  Karena kejadian itu sudah terjadi, kita perlu upayakan fokus ke depan. Namun, posisi saya sebagai hakim jelas akan berpatok pada hukum dan aturannya, jadi tidak akan mengambil langkah itu," tutup Lafat. (KY/Halimatu/Festy)


Berita Terkait