Penegakan HAM di Indonesia Butuhkan Calon Hakim ad hoc HAM Berpengetahuan dan Berpengalaman
Wakil Ketua Bidang Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) Abdul Haris Semendawai dalam kesempatan sosialisasi dan penjaringan seleksi calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di MA

Jakarta (Komisi Yudisial) - Wakil Ketua Bidang Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) Abdul Haris Semendawai dalam kesempatan sosialisasi dan penjaringan seleksi calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di MA menyampaikan beberapa poin penting terkait penegakan HAM di Indonesia guna memberikan gambaran yang utuh kepada calon. Poin penting yang disampaikan meliputi potret kasus pelangggaran HAM berat sebagai alasan mendesaknya kebutuhan hakim ad hoc HAM, serta profil hakim ad hoc HAM yang ideal.

"Kami apresiasi kepada KY yang telah menyelenggarakan sosialisasi ini. Memang banyak kasus  sudah menunggu di tingkat kasasi, namun terkendala karena tidak adanya hakim ad hoc khusus HAM. Kasus HAM bukan kasus pidana biasa, proses persidangan HAM dari tingkat pertama hingga kasasi terdiri dari 5 orang, 2 hakim karier dan 3 hakim ad hoc HAM. Hal inilah mengapa seleksi hakim ad hoc di setiap jenjang harus dilakukan," ungkap Haris.

Menyinggung tentang sosok ideal seorang calon hakim ad hoc HAM, tanpa mendului prinsip-prinsip KY dalam melakukan seleksi, Haris menyampaikan bahwa calon haruslah memiliki pemahaman mendalam tentang hukum internasional, khususnya Pelanggaran HAM Berat (PHB) serta keahlian dalam bidang hak asasi manusia, berintegritas, dan pengalaman yang relevan dalam mengadili kejahatan HAM yang berat. Kolaborasi antara pengetahuan dan pengalaman ini dianggap Haris akan memungkinkan calon menerapkan standar hukum yang tepat dalam memutus kasus.

"Calon hakim ad hoc HAM diharapkan memiliki pengetahuan yang kuat dalam hukum internasional PHB, seperti: penanganan konvensi genosida, pembentukan mahkamah pidana internasional, dan kejahatan kemanusiaan. Calon harus memahami definisi, elemen serta kriteria yang diperlukan untuk kualifikasi sebagai tindakan PHB," tegas Hanis.

Sebagai tambahan, KOMNAS HAM telah mengadili 17 perkara PHB yang tiga di antaranya sudah diputus dan satu masih berproses di kasasi, yaitu terkait kasus Paniai di Papua. Menurut Haris, penyelesaian di KOMNAS HAM pun ditempuh dua mekanisme, yakni melalui mekanisme yudisial dan nonyudisial yang berpegang pada prinsip akuntabilitas sesuai norma HAM universal. Di antara jenis kejahatan yang diadili di pengadilan HAK Asasi Manusia seperti kasus genosida, kejahatan kemanusiaan, dan tanggung jawab komando atau tanggung jawab atasan. Di Indonesia, kasus tanggung jawab komando masih mendominasi. (KY/Halima/Festy)


Berita Terkait