
Padang (Komisi Yudisial) - Penghubung Komisi Yudisial (KY) Sumatera Barat (Sumbar) menyelenggarakan edukasi publik bertema “Peran Penghubung KY: Dua Dekade Menjaga dan Menegakkan Integritas Hakim”, Selasa (5/8/2025) di Kantor LBH Padang. Edukasi publik ini sebagai rangkaian memperingati HUT ke-20 tahun KY sebagai lembaga yang mandiri dan independen dalam menjaga integritas hakim.
Mengawali pemaparan, Koordinator Penghubung KY Sumbar Feri Ardila menjelaskan kedudukan atau posisi KY dalam struktur tata negara. KY adalah lembaga negara yang termaktub dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945 dengan posisi yang sejajar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden/Wakil Presiden, BPK, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).
Lebih lanjut ia juga menjelaskan tentang wewenang KY berdasarkan Pasal 24B ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bahwa KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Feri mengungkap selama berkiprah dua dekade ini, KY mengalami berbagai dinamika. Bahkan di awal-awal terbentuk, kewenangan KY sudah dibatasi lewat _judicial review_ di MK. Ia juga berharap agar seluruh elemen masyarakat di Sumbar dapat mendukung KY.
"Kami mendorong masyarakat, civitas akademika, organisasi masyarakat dan pihak lainnya untuk menjadi mitra KY. Jika ada informasi tentang peradilan, khususnya hakim atau permohonan pemantauan, dapat disampaikan ke kantor Penghubung KY Sumbar," jelas Feri.
Dalam kesempatan sama, Direktur LBH Padang Diki Rafiqi menjelaskan tentang peran masyarakat dalam mengawal integritas hakim. Menurutnya, pengawasan hakim harus melibatkan masyarakat. Diki berpesan kepada KY untuk terus berperan aktif dan masif dalam mengawasi hakim, terutama di Sumbar.
"Peran masyarakat sangat penting dalam pengawasan kode etik hakim. Sebab masyarakat adalah bagian dari mitra perubahan," urai Diki.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Indira Suryani berbicara peran KY dalam perkara perempuan berhadapan dengan hukum. Ia menyoroti kewajiban hakim dalam mengimplementasikan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan Perma No.3 Tahun 2017. Menurutnya, pemahaman hakim terkait hal itu masih belum merata dikuasai hakim.
"Tidak heran masih ada laporan perihal pemberian stigma terhadap korban oleh hakim. Kami mendorong KY dalam melakukan tugas peningkatan kualitas hakim juga memantapkan pemahaman tentang perma ini," harap Indira.
Ia juga berharap agar hakim yang mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum harus memiliki sertifikasi khusus. "Sebab beberapa kasus tertentu hanya bisa ditangani oleh hakim yang bersertifikasi khusus, seperti contoh korupsi ataupun pemilu," pungkas Indira. (KY/PKY Sumbar/Festy)