irebon (Komisi Yudisial) – Pancasila memiliki dua dimensi, yaitu sebagai sumber dari segala sumber hukum dan sebagai dasar etika. Dalam kaitan itu, Pancasila mendasari etika berbangsa yang tertuang dalam Tap MPR Nomor VI/MPR/2001. Komisi Yudisial (KY) yang diamanatkan undang-undang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim berperan dalam membangun etika dalam bidang yudisial.
Hal itu disampaikan Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari seusai menjadi narasumber dalam Pengkajian Ramadhan 1437 H bertema “Negara Pancasila Sebagai Darul ‘Ahdi Wa Syahadah” yang diadakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Selasa (14/06) di Universitas Muhammadiyah Cirebon. Darul ‘Ahdi Wa Syahadah bermakna kurang lebih negara sebagai konsesus bersama dan sebagai kesaksian dalam mewujudkan. Dalam bahasa agamanya, yaitu negara yang adil dan makmur.
“Ada dua instrumen, dua-duanya harus menjadi kesatuan. Selama ini pemahamannya Pancasila belum menjadi dasar etika setelah masa reformasi. Begitu juga dalam bidang hukum, tidak tercermin nilai-nilai Pancasila dalam produk hukum,”jelas Aidul.
Dalam kaitan itu, KY berperan membangun etika dalam bidang yudisial. Ada tugas dalam Tap MPR Nomor VI/MPR/2001, bahwa KY bersama lembaga negara lain harus membangun etika berbangsa. Bahkan posisi KY dan MPR mempunyai potensi strategis untuk membangun etika kehidupan berbangsa.
“Saya memiliki pandangan bahwa KY berperan sebagai penjaga etika, MPR penjaga ideologi, MK penjaga konstitusi, dan MA penjaga keadilan,” sambung mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Ada banyak faktor mengapa Pancasila semakin jauh dari nilai-nilai kebangsaan. Faktor internal berkembangnya kompetensi politik yang mendorong liberalisasi hingga menjauhkan dari etika Pancasila. Kompetensi politik ini didesain oleh UUD NRI Tahun 1945 sehingga tidak terkendali. Faktor eksternal pengaruh globalisasi baik di bidang ekonomi, politik maupun sosial. Ekonomi dalam bentuk tekanan neoliberalisme, berupa pasar bebas, membuat Pancasila semakin terpinggirkan. Politik dalam bentuk tekanan dari demokrasi liberalisme, termasuk tekanan HAM. Dalam sosial melalui globalisasi sosial budaya berupa teknologi yang banyak membawa perubahan dalam masyarakat.
“Di situlah terjadi kemuduran Pancasila sebagai Darul ‘Ahdi Wa Syahadah. Padahal dalam konsepnya bila kita bisa mempertahankan konsensus nasional,maka Pancasila dapat mendorong terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur,” pungkas Aidul. (KY/Noer/Festy)