Urgensi Etika Hakim untuk Penegakan Hukum
Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional dengan tema Kesederajatan Prospek Gelar Akademik Sarjana Hukum (S.H.) Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam di Indonesia, Rabu (24/05)

Sumedang (Komsi Yudisial) – Prospek bagi Sarjana Hukum Islam untuk berkarier sebagai hakim sangat memungkinkan, walau hanya terbatas untuk hakim di peradilan agama. Bahkan, perkembangan hukum Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu bisa dijadikan celah bagi Sarjana Hukum Islam untuk mengembangkan kemampuannya.
 
"Sarjana Syariah memiliki referensi lebih luas, legal reasoning lebih kuat, dan menguasai bahasa Arab dan Inggris sehingga menguasai literatur lebih banyak. Karena itulah, biasanya pertimbangan hukum peradilan agama lebih berkualitas,” ungkap Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional dengan tema Kesederajatan Prospek Gelar Akademik Sarjana Hukum (S.H.) Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam di Indonesia, Rabu (24/05) di Hotel Puri Khatulistiwa Sumedang, Jawa Barat.
 
Dalam seminar nasional yang digelar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini, Aidul juga menjelaskan tentang etika. Menurutnya,Islam datang terlebih dahulu untuk memperbaiki akhlak, hukum baru kemudian mengaturnya. Etika profesi itu menjadi penting karena tidak mungkin menegakkan hukum, tanpa tegaknya etika. Itulah sebabnya peran KY sebagai lembaga negara yang salah satunya menjaga etika hakim Indonesia menjadi sangat penting.
 
“Untuk menguatkan tugas KY dalam menegakkan etika di Indonesia, kami bertemu dengan Pimpinan MPR untuk mengajukan usulan amendemen UUD 1945. Salah satu poinnya adalah mengubah nama Komisi menjadi Dewan Yudisial. Kami mengharapkan dukungan rekan akademisi dan praktisi agar usulan kami ini diterima,” harap Aidul. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait