Calon Hakim ad hoc Endang Susilowati: Persoalan Konflik Buruh dengan Pengusaha Diselesaikan dengan Dialog Sosial
Memasuki hari pertama wawancara terbuka Calon Hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA), hadir sebagai peserta pertama adalah Endang Susilowati.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Memasuki hari pertama  wawancara terbuka Calon Hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA), hadir sebagai peserta pertama adalah Endang Susilowati. Endang yang berprofesi sebagai advokat merupakan perwakilan dari unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ditanya soal cara menyelesaikan konflik antara buruh dan pengusaha.
 
“Bilamana Anda terpilih sebagai hakim ad hoc Hubungan Industrial di MA, bagaimana cara menyelesaikan konflik terkait buruh dengan pengusaha,?” tanya salah satu pewawancara Prof. Azyumardi Azra, Selasa (16/1) di Auditorium KY, Jakarta.
 
Menurut Endang, konflik sering terjadi karena salah satu pihak tidak memahami aturan hukum. Ia juga berpendapat bahwa persoalan konflik ini dapat diatasi lewat dialog sosial antara buruh dan pengusaha.  
 
“Kemudian yang penting adalah dialog sosial antara pengusaha dengan pekerja untuk menengahi konflik tersebut. Selain itu, agar tercipta saling pengertian di antara keduanya,” tambah Endang.
 
Di kesempatan yang sama, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Maradaman Harahap meminta pendapat calon terkait Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Maradaman mengaitkan harta kepemilikan yang dimiliki calon, tetapi tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Calon memiliki tanah di daerah Jasinga Bogor sekitar 5 hektar dan membeli Mobil Pajero Sport Tahun 2017, tetapi tidak dilaporkan di LHKPN.
 
“Apakah perilaku itu melanggar KEPPH,” tanya Maradaman.
 
Menurut Endang, tanah itu dibeli secara adat dan pemiliknya masih tersebar di mana-mana. “Hal itu menyulitkan saya saat mengurus kepemilikannya. Jika nanti saya diminta membuat LHKPN yang baru, saya akan mencantumkan semua data yang sebenar-benarnya. Adapun mobil Pajero Tahun 2017 juga belum dicantumkan di LHKPN karena data yang baru dibuat adalah LHKPN Tahun 2015,” jawab Endang. Namun, Endang tidak menjawab apakah hal itu termasuk pelanggaran KEPPH karena pemahaman terhadap KEPPH masih terbatas. (KY/Adnan/Festy)

Berita Terkait