KY Adalah Pengawas Etik Hakim, Bukan Penegak Hukum
puluhan perwakilan mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Sriwijaya dan Universitas Syiah Kuala yang tergabung dalam Asian Law Students’ Association (ALSA) saat berkunjung ke kantor KY, pada Senin siang (14/3).

Jakarta (Komisi Yudisial) – Sesuai amanat undang-undang, Komisi Yudisial (KY) adalah yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Namun, tak sedikit masyarakat yang masih salah kaprah terkait wewenang KY. Perlu diperjelas, KY bukanlah penegak hukum atau pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan lembaga pengawas etik bagi hakim.
 
“Maka, semua rekomendasi yang diberikan KY ke Mahkamah Agung (MA) pelaksanaannya harus pula dengan kesadaran etik. Jadi KY tidak bisa memaksakan rekomendasinya ke MA untuk dijalankan,” papar Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi merangkap Juru Bicara KY Farid Wajdi.
 
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini menjelaskan wewenang dan tugas KY di hadapan puluhan perwakilan mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Sriwijaya dan Universitas Syiah Kuala yang tergabung dalam Asian Law Students’ Association (ALSA) saat berkunjung ke kantor KY, pada Senin siang (14/3). 
 
ALSA adalah organisasi non profit berskala internasional, yang anggotanya adalah fakultas hukum dari berbagai universitas di Indonesia. 
 
Project Officer ALSA Ayu Nofita Sari menjelaskan, kedatangan ALSA ke KY merupakan salah satu bagian dari program Legal Workshop ALSA. Selain itu, untuk mengenal lebih dekat tentang lembaga yang telah berkiprah selama sepuluh tahun ini.
 
“Saya mewakili rekan-rekan dari ALSA berterima kasih atas bantuan dan sambutan yang baik dari KY dalam menerima kami,” ujar mahasiswi Universitas Sriwijaya ini.
 
Dalam sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa menanyakan apakah ada upaya agar Ketua KY dan Ketua MA dijabat oleh satu orang? 
 
Menjawab pertanyaan tersebut, Farid memaparkan bahwa keberadaan KY di Indonesia itu unik. Sebab di luar negeri sudah lumrah Ketua KY dijabat oleh Ketua MA, sehingga perselisihan antar kedua lembaga bisa diminimalisir
 
“Namun hal tersebut belum bisa diterapkan di Indonesia, karena masyarakat Indonesia masih traumatik akan penegakan hukum di Indonesia di masa lampau. Mungkin untuk ke depannya bisa saja sistem tersebut diberlakukan di Indonesia,” pungkas Farid. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait