KY Perlu Dukungan Publik Awasi Perilaku Hakim
Anggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta bersama Juru Bicara KY Miko Ginting menjadi narasumber dalam dialog interkatif di RRI Pro 3 FM pada Selasa (22/06).

Jakarta (Komisi Yudisial) – Anggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta bersama Juru Bicara KY Miko Ginting menjadi narasumber dalam dialog interkatif di RRI Pro 3 FM pada Selasa (22/06). Topik yang diambil adalah kewenangan KY dalam pengawasan hakim. Dalam dialog melalui sambungan telepon tersebut Sukma menjelaskan bahwa wewenang KY untuk melakukan pengawasan hakim berdasarkan mandat konstitusi.

 

Dalam proses pengawasan hakim, tentu saja ada hak yang dimiliki oleh para hakim agar marwahnya tetap terjaga. Haknya antara lain, hakim hanya dapat diperiksa jika ada indikasi kuat pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dengan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh KY. Hakim saat diminta keterangan untuk diperiksa juga bukan seperti di lembaga penegak hukum lainnya, seperti Kepolisian atau KPK. Keterangan tersebut akan memperjelas posisi hakim sebagai terlapor, terkait apa yang sebenarnya terjadi. Keterangan tersebut akan menjadi pertimbangan apakah telah terjadi pelanggaran KEPPH atau tidak.

 

“Dari segi anggaran, hakim mendapatkan hak karena segala pengeluaran selama proses pemeriksaan ditanggung oleh KY,” jelas Sukma.

 

Hal yang paling sering menjadi pertanyaan masyarakat, apakah hasil pemeriksaan KY dapat mempengaruhi putusan suatu perkara. Sukma menekankan bahwa KY fokus pada perilaku hakim, bukan perkara. Walaupun hakim dikenakan sanksi, pelapor tetap bisa dikenakan putusan yang tidak sesuai harapan. Karena sesuai prinsip universal, independensi hakim harus dihormati siapapun. Putusan tidak boleh dipengaruhi bahkan oleh Ketua Pengadilan maupun Mahkamah Agung.

 

“Walaupun demikian independensi hakim ada batasannya, yakni akuntabilitas. Sesuai dengan prinsip internasional, independensi harus sejalan dengan akuntabilitas,” ujar Sukma.

 

Sebagai lembaga produk reformasi, KY dibentuk mewakili masyarakat yang merasakan tidak terpenuhinya rasa keadilan. Oleh karena itu, KY dalam menjalankan tugasnya pasti membutuhkan peran masyarakat, apalagi dengan SDM KY yang terbatas. Misalnya dalam pengawasan hakim, masyarakat memberikan laporan pelanggaran KEPPH kepada KY. Pemantauan persidangan mayoritas juga dilakukan oleh masyarakat.

 

“Oleh karena itu, KY selalu membuka kerja sama dengan LSM, akademisi, NGO, dan lain-lain untuk membantu KY dalam menjalankan tugasnya. Karena KY tidak berdiri sendiri tanpa dukungan masyarakat,” tutup Sukma. (Noer)


Berita Terkait