Anggota KY Binziad Kadafi Gagas Idealitas dalam Hubungan KY dan MA
Anggota Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi menjadi narasumber dalam Kuliah Umum yang mengambil tema “Optimalisasi, Sinergi dan Peran Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam Pengawasan Hakim dilaksanakan secara virtual pada Kamis (28/10).

Jakarta (Komisi Yudisial) – Anggota Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi menjadi narasumber dalam Kuliah Umum yang mengambil tema “Optimalisasi, Sinergi dan Peran Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam Pengawasan Hakim dilaksanakan secara virtual pada Kamis (28/10). Kuliah Umum yang dihadiri 141 peserta ini diprakarsai Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini. Hadir pula narasumber lain, yakni Dekan FSH UIN Sunan Gunung Djati Bandung Fauzan Ali Rasyid dan Ketua Jurusan Hukum Keluarga FSH UIN Sunan Gunung Djati Bandung Fauzan Ali Rasyid Burhanuddin.

 

Berdasarkan Pasal 24B UUD 45, KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,serta perilaku hakim.

 

“Dari wewenang tersebut, KY memiliki berbagai area hubungan antara KY dengan Mahkamah Agung (MA),” ujar Kadafi.

 

Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena hakim berada di bawah naungan MA. Hubungan tersebut terjalin dalam sejarah pembentukan, ide mengenai tantangan lembaga peradilan, tataran peraturan perundang-undangan, visi dan misi, kewenangan dan tugas, dan tanggung jawab kepada publik. 

 

Namun wewenang KY sejalan waktu mengalami pengurangan. Hal ini dapat dicermati saat melihat isi dari Putusan MK Nomor 005/PUUIV/2006, Putusan MA Nomor 36P/HUM/2011, Putusan MK Nomor 27/PUUXI/2013, Putusan MK Nomor 1-2/PUU/XII/2014, Putusan MK Nomor 16 PUU/XII/2014, Putusan MK Nomor 43/PUUXIII/2015, dan Putusan MK Nomor 53/PUUXIV/2016. Dalam beberapa putusan tersebut, KY bahkan kehilangan beberapa wewenang yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY.

 

“Lewat Putusan Nomor 43/PUU-XIII/2015, MK menghapus kata “bersama” dan frasa “Komisi Yudisial” dari Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3) UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan ayat (3) UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3) UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dengan putusan ini, KY tidak berwenang lagi dalam proses seleksi calon hakim tingkat pertama di tiga lingkungan peradilan,” beber Kadafi memberi contoh.

 

Menghindari terjadinya peristiwa sama yang dapat meregangkan hubungan, maka perlu digagas idealitas dalam hubungan KY dan MA demi sinergi dan optimalisasi kedua lembaga. Dilakukan dengan fokus terlebih dulu terhadap titik temu, dengan tidak melupakan titik perbedaan. Kemudian memperkuat komunikasi kelembagaan. Setia pada visi dan aspirasi kelembagaan. Serta memperhatikan konteks, tidak hanya konten.

 

“Terkait kerja sama antara KY dengan MA, yang telah bersepakat membentuk Tim Penghubung antar kedua lembaga ini. Dalam konteks pengawasan, peran Tim Penghubung ini menjadi sangat penting. Misalnya, untuk lebih memperjelas pelaksanaan keputusan atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh hakim dalam mekanisme pemeriksaan bersama,” pungkas Kadafi. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait