KY Temu Pers Bahas Judicial Review Wewenang KY dalam Rekrutmen Hakim ad hoc di MA
Komisi Yudisial (KY) menyelenggarakan Press Briefing “Kedudukan KY dalam Melakukan Seleksi Calon Hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA)”, Kamis (11/11).

Jakarta (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) menyelenggarakan Press Briefing “Kedudukan KY dalam Melakukan Seleksi Calon Hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA)”, Kamis (11/11). Hadir Anggota KY Binziad Kadafi yang didampingi Juru Bicara KY Miko Ginting sebagai narasumber di Bakoel Koffie, Jakarta. Kegiatan dihadiri sejumlah rekan pers dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.

 

Sebelumnya Miko Ginting memberikan latar belakang mengapa kegiatan ini dilaksanakan. Pemohon B yang tidak lulus di tahapan kualitas seleksi calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di MA mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas pemberlakuan Pasal 13 huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY) terhadap UUD 1945.

 

“Permohonan yang diajukan Pemohon B teregister dengan perkara Nomor 92/PUU-XVIII/2020, menyatakan bahwa seleksi hakim ad hoc oleh KY sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 huruf a UU KY yang dilaksanakan oleh KY menurut Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 adalah inkonstitusional,” jelas Miko.

 

Binziad Kadafi, Anggota KY yang membidangi urusan hukum sekaligus menjadi perwakilan KY dalam persidangan uji materi ini menyatakan bahwa pertemuan dengan rekan pers tidak ditujukan untuk memengaruhi Hakim Konstitusi. Pertemuan ini ditujukan untuk menyampaikan posisi KY dalam uji materi yang dilakukan ini. KY hadir dalam judicial review kewenangan rekrutmen hakim ad hoc di MA sebagai pihak terkait, meskipun yang dimohonkan adalah kewenangan dari KY. Poin paling penting yang KY angkat, adalah legal standing pemohon. Pemohon tidak bisa memberikan jelas kerugian konstitusional, baik nyata maupun potensial, serta sebab akibat antara norma yang dimohonkan dengan kerugian konstitusional pemohon. Pemohon beberapa kali menyampaikan tidak keberatan dengan proses, tapi soal kewenangan KY. Dengan demikian, pemohon sebenarnya tidak mempermasalahkan proses rekrutmen hakim ad hoc di MA oleh KY.

 

Dalam persidangan ini, KY tidak mau berspekulasi soal motif pemohon, tetapi lebih menyasar kepada legal standing dan kerugian konstitusional pemohon serta konstitusionalitas kewenangan KY dalam melakukan seleksi terhadap calon hakim ad hoc di MA.

 

“KY sudah all out dalam persidangan ini. Keseriusan kami ingin membawa pesan, bahwa kewenangan KY ini dapat dilihat dari berbagai angle,dan agar ada sejenis acuan pada proses uji materi agar terhindar dari berbagai pihak lain yang baseless dalam mempertanyakan sistem yang sudah berjalan dengan baik dan ideal,” beber Kadafi.

 

Kadafi menegaskan bahwa KY tidak pernah alergi dengan kritik dan masukan dari berbagai pihak dalam proses rekrutmen calon hakim agung maupun calon hakim ad hoc di MA. Bahkan KY cukup terbuka dalam prosesnya dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk memantau dan memberikan informasi terkait para calon. Proses wawancara juga diunggah di kanal Youtube KY, sebagai bentuk pertanggungjawaban KY.

 

“Misalnya, pagi ini kami bahkan menerima perwakilan dari 15 LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan yang memberikan catatan dan masukan terkait proses rekrutmen hakim agung sebelumnya. Kami menerima segala kritik dan masukan dari masyarakat demi semakin baiknya proses rekrutmen oleh KY,” tegas Kadafi. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait