KY dan U.S. Department of Justice's Office of Overseas Prosecutorial Development, Assistance and Training Bahas Kerja Sama Pengamanan Peradilan
Komisi Yudisial (KY) dan U.S. Department of Justice's (DOJ) Office of Overseas Prosecutorial Development, Assistance and Training (OPDAT) melakukan pertemuan penjajakan kerja sama kedua lembaga. Pertemuan dilaksanakan pada Kamis (02/03) di Ruang Pers KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) dan U.S. Department of Justice's (DOJ) Office of Overseas Prosecutorial Development, Assistance and Training (OPDAT) melakukan pertemuan penjajakan kerja sama kedua lembaga. Pertemuan dilaksanakan pada Kamis (02/03) di Ruang Pers KY, Jakarta. KY diwakili oleh Anggota KY Binziad Kadafi beserta jajaran pejabat KY, sedangkan ODJ diwakili oleh penasihat hukum tetap DOJ Bruce Miyake dan Legal Spesialist DOJ Ade Budiningsih. Hadir pula perwakilan Tim Penghubung KY-MA Giri Ahmad Taufik.

 

Salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah terkait peran KY dalam hal menjamin keamanan di pengadilan, yang merupakan perpanjangan tugas dan fungsi KY dalam hal menjaga integritas proses dan independensi peradilan. Hal ini diatur dalam UU No 18/2011 tentang KY, bahwa KY dapat mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. KY melakukan diseminasi terkait wewenang ini kepada para hakim, dan membuka pintu bagi para hakim yang merasa terancam atau insecure dalam menjalankan tugasnya.

 

“Setiap tahun kami menangani 17 kasus perbuatan merendahkan kehormatan hakim atau PMKH dan upaya-upaya pencegahan. Kami tidak secara langsung menyediakan, tapi kami lebih kepada mengembangkan kesadaran hakim, publik, pencari keadilan, dan melakukan fasilitasi, melobi dan berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan/pemerintah untuk upaya-upaya keamanan hakim di pengadilan,” jelas Kadafi.

 

KY juga melakukan advokasi untuk peningkatan kebijakan, misalnya mengajukan anggaran untuk sistem keamanan peradilan, dan juga melakukan monitoring dan evaluasi regulasi terkait PERMA Nomor 4 dan Nomor 5 tahun 2020. Seperti tahun lalu KY melakukan observasi terhadap 51 pengadilan tingkat pertama dari 3 yurisdiksi yang berbeda. Hasil observasi itu, kemudian disosialisasikan melalui seminar yang diikuti oleh Anggota DPR, pemerintah, Bappenas, Kemenkeu, dan lain-lain untuk menaikkan isu ini dan memperkuat advokasi.

 

“KY bukan lembaga penyedia layanan keamanan pengadilan, namun kami memfasilitasi dan melakukan komunikasi yang baik antara hakim dan pengadilan. Kami mengusahakan peningkatan keamanan pengadilan dan melakukan advokasi,” ujar Kadafi.

 

Bruce membeberkan salah satu agenda yang akan dilakukan oleh DOJ adalah mendatangkan US Marshall untuk asesmen di dua atau tiga pengadilan negeri di Jakarta. Tujuannya untuk melakukan pelatihan terbatas dengan para petugas pengadilan terkait protokol sistem keamanan di pengadilan. DOJ berharap hasil pelatihan ini dapat meningkatkan keamanan pengadilan khususnya terkait terorisme. DOJ juga bekerja sama dengan kolega di Australia, dalam hal penyediaan peralatan kepada PN Jakarta Timur dan PN Jakarta Barat untuk meningkatkan keamanan terhadap ancaman terorisme.

 

Ditambahkan, misi DOJ adalah untuk memberikan input dan bantuan agar instansi hukum seperti MA dapat membuat regulasi guna meningkatkan keamanan pengadilan.

 

“Tak hanya itu, supaya PN juga dapat mengimplementasikan regulasi terbaru tersebut, melalui tim terkait di PN yang saya sebut Court Security Committee, mereka menyusun SOP dan memastikan dilaksanakan. Itu menjadi salah satu misi kami bersama US Marshall di PN. Kami juga mengajak beberapa hakim untuk bersama-sama mendukung kami,” kata Bruce.

 

Diskusi dilanjutkan dengan membahas isu-isu yang dapat dilakukan kerja sama ke depan. Kedua perwakilan sepakat akan melakukan pertemuan lanjutan untuk membahas isu-isu yang telah dibahas. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait