Integritas dan Profesionalitas Hakim Menjadi Pembentuk Kepercayaan Publik
Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai pada seminar bertema "Peran Komisi Yudisial dalam Meningkatkan Integritas dan Profesional Hakim" di Universitas Bengkuku, Sabtu (07/10).

Bengkulu (Komisi Yudisial) - Sebagai negara hukum, sepatutnya kepercayaan publik di bidang hukum terutama peradilan menduduki peringkat teratas di Indonesia. Namun, tingkat kepercayaan publik kian tercoreng oleh etika-etika tercela yang melibatkan hakim, jaksa dan penegak hukum lain. Hal ini menjadi tantangan besar reformasi peradilan. Padahal di sisi lain, masyarakat tidak sabar menanti terselenggaranya peradilan yang bersih, serta hadirnya para penegak hukum yang beintegritas.

"Survei di tahun 2023, pengadilan masih menempati posisi keempat. Dalam kepercayaan publik ada dua hal penting, yaitu integritas dan profesionalitas hakim," ungkap Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai pada seminar bertema "Peran Komisi Yudisial dalam Meningkatkan Integritas dan Profesional Hakim" di Universitas Bengkuku, Sabtu (07/10).

Secara spesifik merujuk pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, berintegritas tinggi dicerminkan oleh perilaku hakim yang menghindari sikap tidak tercela. Hakim juga wajib menghindari konflik mulai dari yang terhubungan pada perkara hingga relasi dengan advokat yang  sering berperkara di wilayah hukum Pengadilan tempat hakim tersebut menjabat.

"Kalau hakim, profesional selalu berkaitan dengan pengetahuan. Saya tertarik yang ada di medsos sekarang, kagum dengan hakim yang menangani kasus BTS Kominfo.  Beliau mengulangi pertanyaan,  namun juga penekanan, sehingga semua terang. Cara hakim memimpin tersebut, menurut saya, tidak hanya menunjukkan bahwa memiliki pengalaman, tetapi juga wawasan," ungkap Amzulian.

Amzulian pada kesempatan tersebut juga tegas ingin menghilangkan kesan KY sebagai lembaga mencari kesalahan hakim semata. Peran KY untuk merawat peradilan yang tertuang pada tugas peningkatan kapasitas hakim, pemantauan persidangan dan perlindungan hakim melalui advokasi hakim.

"Meski di lapangan hakim sering merasa sudah terbiasa menghadapi tekanan maupun ancaman, tetapi kami di KY ini deg-degan. Masalahnya dunia internasional akan melihat dan menilai bagaimana negara memperlakukan hakim. Kami tidak mau ancaman, kekerasan kepada hakim terjadi kembali, itu buruk sekali. KY terus perbaiki," ujar Amzulian.

Amzulian meyakini bahwa tidak bisa KY lakukan seorang diri untuk mengembalikan kepercayaan publik. Melalui seminar ini, ia berharap dapat menggalang kepedulian para peserta sebagai penerus jabatan-jabatan di peradilan pada masa yang akan datang untuk berkontribusi membangun peradilan bersih. 

Seminar internasional yang dihadiri sebanyak 50 peserta secara hybrid ini juga menghadirkan narasumber lain, yakni Yang Mulia Hakim Agung Yasardin, Dosen International Islamic University Malaysia Associate Khairil Azmin Bin Mochtar, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Amancik. (KY/Halimatu/Festy)


Berita Terkait