Hakim Wajib Hindari Konflik Kepentingan
Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata saat ditanya mengenai Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batas Usia Calon Wakil Presiden dan Calon Wakil Presiden, Kamis (26/10) di UIN Ar Raniry, Banda Aceh.

Banda Aceh (Komisi Yudisial) - Prinsip kebebasan  hakim  merupakan  bagian  dari  kekuasaan  kehakiman. Dalam praktik menjalankan konstitusi, Komisi Yudisial (KY) sekalipun tidak berwenang menilai dan mengomentari putusan yang telah melalui proses peradilan oleh hakim. 

Demikian pernyataan Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata saat ditanya mengenai Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batas Usia Calon Wakil Presiden dan Calon Wakil Presiden, Kamis (26/10) di UIN Ar Raniry, Banda Aceh.

"KY tidak boleh mengomentari putusan, meski suatu proses persidangan itu memang bisa dilihat dari putusannya wajar atau tidak. Kalau tidak wajar, apakah ada sesuatu atau tidak, untuk menelusuri itu ada peran pengawasan MKMK di Mahkamah Konsitusi," ujar Mukti.

Dari problematika MK tersebut, Mukti menyoroti betapa pentingnya hakim terhindar dari konflik kepentingan. Konflik kepentingan diyakini Mukti menyebabkan putusan bias dan sulit dipercaya sebagai putusan yang netral oleh publik.

"Melihat dari sisi hakimnya, hakim dilarang mengadili terkait kasus yang mengandung conflict of interest baik kekerabatan atau hubungan keluarga. Di KY juga para anggota menetapkan seperti itu, saya izin mundur dari pleno apabila hakim yang melanggar etik itu kerabat," ungkap Mukti.

Problematika ini sendiri telah diramalkan akan terjadi sejak berdirinya kekuasaan kehakiman. Oleh sebab itu, KY dan Mahkamah Agung (MA) melalui peraturan bersama menerbitkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sebagai panduan hakim bekerja, dan MK sendiri memiliki Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang membuat aturan-aturan khusus hakim MK. (KY/Halimatu/Festy)


Berita Terkait