
Surabaya (Komisi Yudisial) - Kebijakan kenaikan gaji hakim yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto, dengan besaran peningkatan mencapai 280 persen khusus bagi hakim junior, dinilai sebagai momentum yang tepat adanya peningkatkan kualitas hakim. Komisi Yudisial (KY) juga menilai kebijakan ini bukan hanya bentuk kepedulian terhadap kesejahteraan hakim, tetapi untuk meningkatkan profesionalitas dan integritas hakim.
"Kesejahteraan yang lebih baik bisa menjadi pemicu untuk meningkatkan profesionalitas dan integritas. Namun, di sisi lain, dengan adanya kenaikan sebesar ini menuntut akuntabilitas atau pertanggungjawaban. Bahwa hakim dituntut untuk selalu profesional dalam menjalankan tugasnya dan teguh menjaga nilai-nilai dan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim," ungkap Koordinator Penghubung KY Jawa Timur (Jatim) Dizar Al Farizi dalam dialog RRI Surabaya bertema "Gaji Hakim Naik Tajam, Keadilan Ikut Terangkat?", Rabu (18/6/2025).
Dizar meyakini bahwa kenaikan gaji adalah ide yang baik, tetapi belum cukup tanpa reformasi sistem peradilan, penguatan etika, dan pengawasan yang ketat. Oleh karena itu, lanjut Dizar, ia menekankan pentingnya sistem pengawasan, transparansi pola promosi dan mutasi, serta penguatan kultur integritas.
"Tanpa itu, kenaikan gaji dapat kehilangan efektifitasnya dalam menjamin terciptanya keadilan masyarakat," ujar Dizar.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Saut Sitomorang juga mengapresiasi langkah Presiden yang memberi peningkatan gaji sebagai sinyal kuat keberpihakan negara terhadap penegakan hukum.
"Namun, ini bukan satu-satunya solusi. Integritas dan pengawasan eksternal juga harus diperkuat. Kenaikan gaji saja tidak cukup untuk mencegah praktik korupsi, integritas tidak bisa dibeli. Sistem pengawasan dan etika tetap harus dikedepankan," pungkas Saut. (KY/PKY Jatim/Festy)