CHA Yodi Martono Wahyunadi: Hakim Harus Berpikir Progresif
Yodi Martono Wahyunadi yang merupakan peserta ketiga dalam seleksi wawancara terbuka calon hakim agung (CHA) Tahun 2017 untuk jabatan hakim agung kamar Tata Usaha Negara (TUN), Jumat (4/8) di Auditorium KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial)- Dalam menangani perkara sebaiknya hakim tidak hanya melihat apa yang tertulis, tetapi harus memiliki pemikiran yang lebih luas. Jika ada kekosongan dalam suatu peraturan, maka ia harus bisa melakukan penemuan hukum untuk mengisi kekosongan tersebut. Hakim juga perlu memiliki pemikiran yang progresif.
 
Hal itu disampaikan Yodi Martono Wahyunadi yang merupakan peserta ketiga dalam seleksi wawancara terbuka calon hakim agung (CHA) Tahun 2017 untuk jabatan hakim agung kamar Tata Usaha Negara (TUN), Jumat (4/8) di Auditorium KY, Jakarta.
 
Sebagai hakim karir di bidang TUN, Yodi mengemukakan bahwa hakim harus dapat merefleksikan keadilan yang bermanfaat bagi kehidupan. “Dalam menangani perkara, ia tidak hanya berpatokan pada hal-hal tertulis, tetapi juga yang tersirat. Karena jika hal tertulis terbatas tentunya penting bagi hakim untuk melakukan penemuan hukum untuk mengisi kekosongan tersebut,” ungkap ayah tiga orang anak ini.
 
Terkait dengan kewenangan diskresi yang dimiliki seorang hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, Yodi menjawab meski seorang hakim memiliki kewenangan diskresi tetapi tidak boleh bertentangan dengan asas-asas peradilan yang baik.
 
“Hakim mempunyai kewenangan diskresi, tetapi tidak boleh bertentangan dengan asas-asas peradilan yang baik. Tetap harus berpedoman pada nilai-nilai. Contohnya jika hakim menemukan suatu norma yang kabur, ia harus dapat mengisi norma-norma yang ada pada masyarakat, seperti nilai-nilai pada tut wuri handayani,” jelasnya.
 
Dengan demikian, lanjut Yodi, seorang hakim perlu memiliki pemikiran yang progresif. Ia tidak hanya sebatas menjadi corong undang-undang agar dapat memberikan nilai kemanfaatan yang besar bagi masyarakat. Caranya dengan menggali nilai-nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat.
 
“Dengan pemikiran progresif, tentunya seorang hakim akan mampu menggali nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat itu sendiri sehingga tidak hanya sebatas menjadi corong undang-undang,” ungkap peraih gelar Doktor dari Universitas Trisakti ini. (KY/Adnan/Festy)

Berita Terkait