Jawa Tengah Zona Merah Pelaporan Masyarakat ke KY
Anggota Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menjadi narasumber dalam webinar yang mengambil tema "Peran Yudikatif dalam Mewujudkan Good Government". Webinar dilaksanakan bekerja sama dengan IAIN Pekalongan, pada Selasa (20/10).

Pekalongan (Komisi Yudisial) - Anggota Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menjadi narasumber dalam webinar yang mengambil tema "Peran Yudikatif dalam Mewujudkan Good Government". Webinar dilaksanakan bekerja sama dengan IAIN Pekalongan, pada Selasa (20/10). Hadir pula narasumber lain Penggiat Hukum dan Dosen IAIN Pekalongan Shinta Dewi Rismawati, didampingi Dosen IAIN Pekalongan Karimatul Khasanah sebagai moderator. Peserta webinar merupakan mahasiswa IAIN Pekalongan dan masyarakat umum. 
 
Salah satu tugas KY adalah mengawasi hakim. Menurut Farid, hakim diawasi karena hakim adalah wakil Tuhan. Bahkan di dalam Al-Qur'an ada disebut profesi hakim, tidak ada disebut profesi dosen misalnya. Hal tersebut menunjukkan pentingnya kedudukan hakim, sebagai pemutus nasib seseorang. Dari tahun 2005-2019, sudah ada 38.467 laporan masyarakat yang diterima oleh KY. Sudah dilakukan 5.733 pemeriksaan terhadap hakim dan saksi, dan sudah 727 usul sanksi disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA). Sanksi yang direkomendasikan mulai dari ringan, sedang, hingga berat. 
 
"Terkait Jawa Tengah, dari sejak berdirinya KY, Jawa Tengah berada di posisi ketiga yang paling banyak dilaporkan ke KY. Jika pandemi covid-19 ada zona merah untuk jumlah yang positif dalam satu daerah, maka Jawa Tengah termasuk zona merah dalam pelaporan masyarakat ke KY," jelas Farid.
 
Walaupun banyak yang menganggap KY kurang bergigi, namun adanya KY sekarang secara tidak langsung menjaga hakim dari melakukan pelanggaran KEPPH. Misalnya dulu sering ditemukan istilah mafia peradilan, sekarang sudah semakin istilah tersebut didengar, karena risiko untuk pelakunya besar. Saat ini yang mengawasi lembaga peradilan itu ada KPK, Bawas MA, dan KY. Hakim yang melakukan pelanggaran memiliki risiko diberhentikan, atau ditahan jadi pesakitan.
 
"Jadi hakim itu sebenarnya tidak enak. Hakim harus membatasi dirinya dalam banyak hal. Bertemu para pihak tidak boleh, melakukan bisnis juga tidak boleh. Jadi jika ingin jadi hakim, ukur diri sendiri dulu lah," ujar Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi ini. 
 
Perlu diingat bahwa KY tidak memiliki kekuasaan terkait putusan hakim, karena putusan hakim itu tidak boleh dinilai karena menyangkut kemandirian hakim. Makanya masyarakat banyak yang melaporkan ke KY terkait putusan hakimi, tapi KY tidak bisa melakukan penilaian terhadap putusan. Bahkan MA maupun ketua pengadilan juga tidak boleh. Hal itu menjadi dilema bagi KY sendiri, karena masyarakat menyematkan harapan ke KY untuk mengawasi hakim. Namun jika putusan dinilai, maka itu dikhawatirkan akan membuat independensi hakim terganggu.
 
"Peran strategis KY sebagai lembaga pengawas eksternal, jika di tingkat universitas setingkat ekspektorat, biasanya banyak yang tidak suka. Jadi KY ini tidak disukai sama yang diawasi, namun diprovokasi sama pelapor. Orang yang tidak kuat mentalnya, hindarilah menjadi pejabat KY, karena banyak musuhnya," canda Farid menutupi pembahasan. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait