Fakultas Hukum Punya Peran Strategis Menyiapkan Asisten Hakim
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait saat menjadi pembicara pada international webinar “Global Trends in the Status and Roles of Judicial Assitants and Future Developments in Indonesia”, Senin (7/6).

Jakarta (Komisi Yudisial) –  Fakultas Hukum adalah institusi yang mencetak para ahli hukum yang memiliki kapasitas dan integritas. Namun, kenyataannya, Mahkamah Agung (MA) dan Kejaksaan sebagai user sering mengeluhkan kemampuan lulusan fakultas hukum yang belum siap untuk dunia kerja. Oleh karena itu, fakultas hukum mencoba akan terus menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan institusi-institusi tersebut.

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait memahami keluhan institusi-institusi tersebut. Setelah perekrutan oleh MA atau Kejaksaan, lanjut Ningrum, kedua institusi tersebut melakukan pelatihan kembali untuk mempersiapkan para calon penegak hukum. 

“Memang itu menandakan lulusan kami belum siap. Pada rekrutmen hakim, lulusan fakultas hukum ditambah pendidikannya, demikian juga dengan jaksa yang ditambah pendidikannya. Sampai kita pikir, ‘apa yang salah dari pendidikan kita?’. Kemudian banyak fakultas hukum yang melakukan penekanan-penekanan baru agar lulusannya memiliki kompetensi yang mantap siap bekerja di lembaga apa saja,” tutur Ningrum saat menjadi narasumber dalam international webinar “Global Trends in the Status and Roles of Judicial Assitants and Future Developments in Indonesia”, Senin (7/6).

Menurut Ningrum, beberapa pendekatan eksternal telah disiapkan, misalnya Program Educating Equipping Tomorrow's Justice Reformers (E2J) beberapa tahun lalu yang ditujukan untuk memacu fakultas hukum dari delapan universitas agar lulusannya siap bekerja di bidang hukum. Program ini berfokus pada clinical legal education.

Terkait wacana judicial assistant atau asisten hakim dapat membantu menjaga kualitas putusan hakim di tengah ketidakseimbangan rasio antara jumlah hakim dan beban perkara. Asisten hakim, lanjut Ningrum, berpotensi menjembatani hakim yang harus mengejar target penyelesaian perkara, tetapi tanpa mengabaikan kedalaman pertimbangan yang tepat dalam putusan tersebut.

Ningrum menambahkan bahwa fakutas hukum dapat mengambil peran penting di situ. Fakultas hukum, sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi, wajib mempersiapkan calon-calon yang memenuhi kualifikasi riset, pengajaran, dan pengabdian masyarakat. 

“Fakultas hukum bisa merespon ini dengan usaha magang, bisa kurikulum, dan lain lain untuk penugasan. Untuk kualifikasi, kami perlu memastikan kualifikasi mengisi jabatan itu apa? Harus kompetensi seperti apa, di bidang apa, riset ada tidak permintaannya? Kalau memang iya, fokus pada penekanan kompetensi”, ungkap Ningrum.

Ditambahkan Ningrum, perlu ditentukan apakah kedudukan JA tersebut akan berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) berstatus PNS atau ASN berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Selain itu, perlu dilakukan analisis jabatan terhadap posisi JA tersebut sehingga bisa dirumuskan dengan baik tupoksinya dan beban kerjanya. Selanjutnya dapat ditentukan gaji/upah dan tunjangan kinerjanya. 

“Integritas calon JA sangat penting karena ini posisi yang sangat strategis. Jika tidak berintegritas bisa dibayangkan ini menjadi pintu masuk pada hal-hal tercela yang melanggar hukum. Sebaiknya diadakan diskusi mendalam antara lembaga terkait untuk memastikan implementasi gagasan baru ini,” tutup Ningrum. (KY/Eka Putra/Festy)


Berita Terkait